KOMPOS - UNHAS

KOMUNITAS MAHASISWA PERTANIAN ORGANIK DAN SAINS

Dalam Segala Hal yang Kita Lakukan Awali Semua dengan DOA

Dalam Segala Hal yang Kita Lakukan Awali Semua dengan DOA
saya

Sabtu, 15 Maret 2014

Pengembangan Pupuk Alami Ramah Lingkungan


PENGEMBANGAN BAHAN ALAMI SEBAGAI SUMBER PUPUK RAMAH LINGKUNGAN DAN REMEDIASI LAHAN MARGINAL

Kelaparan dan kekurangan pangan merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi oleh rakyat, dimana kelaparan itu sendiri merupakan suatu proses sebab akibat dari kemiskinan. Oleh sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha penanggulangan masalah kemiskinan. Di lain pihak masalah pangan yang dikaitkan dengan kemiskinan telah pula menjadi perhatian dunia, terutama seperti yang telah dinyatakan dalam KTT Pangan Dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk turut serta secara aktif memberikan kontribusi terhadap usaha menghapuskan kelaparan dunia. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada ketahanan pangan: petani adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk membeli pangan (Bayu Kristinamurthi, 2001).

Tingakat kemiskinan di pedesaan sebenarnya bisa disetarakan dengan jumlah petani gurem, karena mereka inilah kelompok yang rentan. Biro Pusat Statistik (BPS) per Maret 2011 mencatat masih ada 30,02 juta penduduk berada dalam kondisi miskin. Komposisi penduduk miskin pedesaan sebanyak 18,97 juta jiwa dan 11,05 juta penduduk miskin perkotaan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan kesehatan. Tingkat kemiskinan Indonesia sejak 1996 sampai sekarang relative stagnam jika merujuk persentase penduduk kemiskinan (rata-rata pendapatan< US$1 per hari) tidak menunjukkan pengurangan berarti dan masih terus berada di kisaran 15% dari jumlah penduduk. Tingkat kemiskinan di Indonesia akan berbeda, bila standarisasi yang digunakan untuk mengkategorikan kemiskinan dengan rata-rata pendapatan kurang dari US$2 per hari. Pendapatan sebesar itu lazim digunakan oleh Negara lain untuk mengkategorisasikan kemiskinan. Jika patokan itu menjadi dasar ukurannya maka tingkat kemiskinan di Indonesia sangat besar. Data dari Badan  Pusat Statistik bahwa angka kemiskinan di Indonesia khususnya tahun 2012 sangat memprihatinkan sekali. Statistik dari jumlah total penduduk Indonesia sekitar 220 juta lebih, di dapatkan angka warga kemiskinan mencapai 12,36% dan hampir mencapai kelas miskin mencapai 12%. Jumlah angka kemiskinan secara keseluruhan, terdapat 60 juta penduduk miskin maupun hampir mencapai kriteria warga miskin.
Hamparan bumi 27% di antaranya merupakan daerah tropis, 11% dari luasan itu adalah Indonesia mestinya menjadi gudang pangan dunia tetapi ironis mayoritas masyarakat yang berstatus “miskin” adalah petani. Beraneka ragam program dan kegiatan yang di luncurkan untuk mengikis “karang” kemiskinan telah diinisiasi oleh pemerintah dari masa ke masa. Semua program/kegiatan dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani dan nelayan sehingga terhentas dari jurang “kemiskinan”. Indonesia termasuk negara yang berada pada bentangan garis khatulistiwa dengan sumber daya alam yang melimpah sehingga memungkinkan dapat bercocok tanam sepanjang tahun mestinya penduduk yang banyak bermukim di pedesaan tidak termasuk dalam kelompok “miskin. Tetapi kenyataanya yang berpredikat petani dan nelayan justru mayoritas masuk kategori miskin. Hal ini banyak disebabkan karena daya dukung lahan mereka pada dasarnya “sakit” sehingga tidak lagi menjadi sumber kehidupan yang dapat mengen-taskan dari belitan kemiskinan. Oleh karena itu, lahan-lahan yang “sakit” perlu diupanyakan agar menjadi “sehat” sehingga bisa menjadi tumpuan harapan kehidupan yang layak bagi masyarakat tani. Jika sector pertanian telah dikembangkan  menjadi usaha yang menjanjikan maka bukan tidak mungkin dapat berperan sebagai wadah dalam mengentaskan kemiskinan sehingga sebahagian masalah dari bangsa dapat diatasi.
Penggunaan pupuk kimia yang cenderung meningkat tidak terlepas dari kemampuannya meningkatkan produktivitas dalam kurun waktu relative singkat, bahkan pupuk kimia dianggap sebagai teknik yang ampuh untuk meningkatkan produksi. Berdasarkan catatan badan Dunia FAO, bahwa penggunaan pupuk yang sepadan dan berimbang di Negara-negara sedang berkembang dapat meningkatkan hasil pangan 50-60%. Kenaikan produksi pangan dunia sejalan dengan penggunaan pupuk kimia (Wolf, 1986). Penggunaan pupuk (terutama N/urea) persatuan luas cenderung meningkatkan namun kenyataannya produktivitas lahan pertanian mengalami penurunan. Jika kebiasaan ini tidak ditinggalkan dikhawatirkan ke depan lahan-lahan pertanian tidak dapat diharapkan sebagi sumber kesejahteraan yang menjanjikan bagi sebagi besar penduduk Indonesia. Sektor pertanian saat ini dan akan datang mendapat tekanan yang sangat berat karena di satu sisi diharapkan sebagai sumber pangan yang dapat memenuhi kebutuhan dunia.Di sisi lain pertanian beberapa Negara di belahan dunia diarahkan juga sebagai sumber energy terbarukan (biofuel) yang kebutuhannya dari waktu ke waktu memperlihatkan trend yang meningkat. Konsekuenasinya dari dua program tersebut maka tidak ada jalan lain maka sektor pertanian harus diupanyakan untuk dilakuakan perbaiakan termasuk penggunaan bahan alami yang melimpah di sekitar kita.
Tertundanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan April 2012 maka Kementerian Pertanian harus menghemat anggarannya sebesar Rp 632 miliar. “Bukan hanya anggaran pupuk dan benih yang turun melainkan juga anggaran padi hibrida sebesar 363 miliar dipangkas menjadi Rp 84 miliar. Dalam APBN 2012, subsidi pupuk dialokasikan 16,94 triliun rupiah, dan di APBN-P 2012, jumlahnya turun 17,6% (Rp.2,98 triliun) menjadi Rp. 13,95 triliun (Pikiran Rakyat, 6 April 2012). Menurunnya subsidi pupuk dari pemerintah akan berimbas terhadap peningkatan produksin yang pengaruhnya tidak saja terhadap terjadinya kelangkaan di lapangan juga berakibat berkurangnya dosis penggunaan di tingkat petani. Kenaikan harga pupuk tidak terhindarkan sebagai dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dunia tidak dapat ditangkap sebagai peluang bisnis bagi produsen pupuk Indonesia. Pabrik pupuk nitrogen (N) terkendala oleh naiknya harga gas alam, sedangkan pabrik pupuk fosfat (P) dan kalium (K) karena impor pasok bahan dasar pupuk tersendat akibat meningkatnya harga dan keterbatasan stok bahan dasar pupuk tersebut di pasarb internasional. Dalam menghadapi krisis tersebut perlu diupanyakan memaksimalkan potensi bahan alami yang dapat berperan sebagi subtitusi pupuk an organic yang selama ini banyak digunakan petani dalam berusahatani. Salah satu persoalan klasik yang sering dihadapi petani antara lain tingginya harga pupuk akibat dikurangi subsidi dari pemerintah sehingga perlu dilakukan upaya agar kelangkaan dan kemahalan pupuk ada solusinya di antaranya mengupayakan pemanfaatan bahan alami yang banyak terdapat di sekeliling kita. Pemakaian pupuk kimia, alkali dan pestisida yang terus menerus menyebabkan tumpukan residu yang melebihi daya dukung lingkungan jika tidak terurai akan menjadi “racun tanah” dan tanah menjadi “sakit”. Dalam kehidupan umat manusia terjadi kecenderungan berbuat berbuat kerusakan. Di awal penciptaan manusia ditengarai oleh Malaikat akan berbuat kerusakan di muka bumi sebagaimana yang diabadikan dalam Alqur’an: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Se-sungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah (manusia) di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah (manusia) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…(QS Al Baqarah 30).
Akibat hilangnya mikroba pengendali keseimbangan daya dukung kesuburan tanah maka terjadi ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan sawah/ irigasi dengan berbagai upaya program revolusi hijau tidak lagi memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah mencapai titik jenuh (Levelling off) sehingga produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun. Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management untuk mengembalikan kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba pengendali yang mempercepat keseimbangan alami. Telah diketahui bahwa mikroorganisme unggul dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat “diberdayakan” agar mikroba-mikroba tersebut berfungsi mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah. Firman Allah dalam Alqur’an: … mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Allah kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,…(QS. Ali Imran 191). Ketersia-sian ciptaan Allah karena pengetahuan umat manusia yang sangat terbatas sehingga perlu upaya penyegaran atau pengembaran dalam menuntut ilmu agar ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) makin maju sehingga dapat menemu kenali kemanfaatan ciptaan-Nya.

Penggunaan pupuk mikroba sebagai sumber hara bagi tanaman perlu digalakkan mengingat peranan pupuk hayati tidak saja sebagai sumber hara tetapi juga berperan sebagi sumber horman tumbuh dan antibiotic sehingga biaya pengendalian hama dan penyakit dapat ditekan. Mikroba yang memiliki sifat tersebut di antaranya jenis Azotobacter. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa inokulasi Azotobacter dapat meningkatkan hasil bawang merah 18-22%, terong 42%, tomat 2-29%, kubis 26-45%, dan padi 23% (Mehrotra dan Lehri, 1971; Joi dan Shinde, 1976). Selanjutnya diperoleh bahwa pemberian pupuk organic dari kulit kakao, eceng gondok dan brangkasan kedelai masing-masing dengan dosis 2 ton ha-1 yang diintegrasikan dengan mikroba Azotobacter sebanyak 5 L ha-1 memberikan hasil berturut-turut 8,24 ton ha-1 , 8,22 ton ha-1, dan 8,22 ton ha-1 dengan pemberian pupuk urea hanya 50kg ha-1 (Sennang, Syam’un dan Dachlan, 2010).
Fenomena dampak negative intensifikasi pertanian terhadap ekosistem pertanian termasuk pengerasan  tanah, kehilangan materi organic, kontaminasi logam berat dari senyawa-senyawa sida terjadi dimana-mana (Stoate et al., 2001). Intensitas pemakaian pupuk kimia telah terbukti meningkat dari waktu ke waktu. Dari sejak awal sistim Bismas diperkenalkan dosis pemupukan pada pertanaman padi sawah hanya sekitar 50-70kg per hektar, namun dalam rentang waktu 25 tahun sudah terjadi peningkatan dosis pupuk 5-6 kali lipat. Kebutuhan pemupukan (urea, TSP/SP-36,NPK dan KCL) untuk tanaman padi saat ini telah mencapai dosis lebih dari 300 kg per hektar untuk urea, SP-36 200kg ha-1, dan KCl 100kg ha-1. Kenapa terjadi peningkatan dosis pemupukan yang begitu drastic? Apakah peningkatan dosis ini diiringi dengan peningkatan hasil panen yang berlipat pula, ternyata tidak. Lalu kenapa harus dilakukan pemupukan dengan dosis yang berlipat-lipat?
Dalam upaya menyeimbangkan dan melestarikan ekosistem pertanian, input produksi yang bersumber dari alam patut menjadi perhatian dalam penerapan pertanian ramah lingkungan yang ada pada gilirannya akan menciptakan pertanian yang lestari. Mikroba tanah berperan penting dalam proses pelarutan mineral-mineral yang tadinya berada dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun garam-garam yang dapat diserap tanaman. Sebagai contoh unsur fosfor dalam senyawa kompleks bantuan akan terlarutkan oleh kelompok pelarut fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman (Wild, 2001).
1.      Pupuk Hijau Sebagai Sumber Hara Potensial
            Pupuk hijau merupakan pemanfaatan hijauan tanaman yang belum terdekomposisi ke dalam tanah yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi tanaman (Sutanto, 2002). Pupuk hijau yang digunakan berasal dari hijauan tanaman legume, karena tanaman legume mampu memfiksasi N bebas dari udara dengan bakteri penambat N sehingga kadar N yang terkendung di dalam tanaman relative tinggi. Selain sumber nitrogen keuntungan dalam pemberian pupuk hijau lainnya adalah mensuplai bahan organic tanah, meningkatkan proses biokimia dalam tanah karena melalui bahan organic yang berasal dari hijauan tanaman merupakan sumber nutrisi bagi mikroba. Pupuk hijau (terutama legum) dapat dibagi  ke dalam tiga golongan: (1) pupuk hijau yang berbentuk pohon dipakai sebagai naungan atau sebagai pohon pelindung, misalnya Leucaena sp (lamtoro), Sesbania grandiflora (turi) dll. (2) pupuk hijau berbentuk perdu, misalnya Crotalaria sp, Flamingia fongesta, Sesbania rostrata dll. (3) pupuk hijau berbentuk semak, misalnya Calopogonium mucunoides, Peuraria javanca, Centrosema sp, Mimosa invisa, Azolla sp. (Hakim et al, 1986).
            Sesbania mempunyai kemampuan untuk tumbuh di lahan masam, lahan salin, dan dalam kondisi tergenang maupun kering. Sesbania rostrata termasuk tanaman kacang-kacang yang mapu membentuk bintil akar dan bintil pada batang, bersimbiosis dengan Azorhizobium caulinodans yang dapat menambat N dari udara, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau. Dari hasil penelitian tampak bahwa Sesbania cannabina paling toleran pada pH rendah, S. cannabina toleran terhadap kondisi salin dan tergenang. S. rostrata mampu menghasilkan 16,8 t/ha bahan kering dan 426 kg N/ha selama 13 minggu dalam kondisi tidak tergenang. Dalam kondisi tergenang, S. rostrata membentuk aerenkhima. Suplai nitrogen ke bintil akar melalui aerenkhima adalah 40% dan 60% melalui batang (Saraswati dan Matoh, 1993).
            Jumlah N yang diikat oleh S. rostrata pada populasi 500.000 tanaman/ha, pada umur 55 hari adalah 240 kg N/ha pada musim kemarau dan 286 kg N/ha pada musim hujan. Pada umur 13 minggu, biomas kering yang dihasilkan 17 t/ha yang mengandung 426kg N/ha (Endang Suhartatik,2010). Menurut Moch Munir (1996) Penambahan organic pada Ultisol akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hijau Sesbania rostrata dengan dosis 5 ton/ha pada Ultisol mampu meningkatkan kandungan C-organik tanah dari 1,505% menjadi 1,863% dan meningkatakan nitrogen total tanah dari 0,114% menjadi 1,146% (Abdul Hadison, 2004).
            Turi mini (Sesbania cannabina) dan Azolla merupakan pupuk hijau sumber hara Nitrogen. Turi mini dapat menambat N dari udara dan meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan fosfor di dalam tanah. Tanaman Turi mini (Sesbania cannabina) mempunyai bintil-bintil pada akar dan batang yang dapat memfiksasi N udara yang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium. Daya menambat N turi mini mencapai 4,7% lebih besar dari anggota family Fabiaceae seperti kacang tanah dan kacang kedelei. Turi mini mampu menambat N berkisar 56-150 kg/ha. Kelebihan lain dari turin mini ini adalah dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan fosfor di dalam tanah. Peningkatan efisiensi penyerapan N mencapai 25% dan terjadi peningkatan kandungan N tanah serta peningkatan penyerapan P yang berpengaruh positif mempercepat pembungaan padi sekitar 7-10 hari (Anonim, 2010). Hasil penelitian aplikasi pupuk hijau (Sesbania rostrata) yang dibenamkan umur 45 hari, dikombinasikan dengan pemupukan Urea 130 kg/ha pada tanah Vertisol Ngawi memberikan hasil gabah kering 4,6 t/ha. Dengan menggunakan 2 kg/ha biji Sesbania rostrata menghasilkan total biomas 12,5 t/ha mengandung setara 75 kg N, 5 kg P dan 18 kg K.(Anonim, 2011). Penggunaan paku air Azolla microphylla pada tanah sawah yang ditumbuhkan bersama-sama dengan tanaman padi juga mampu menambat N dari udara dan menyumbangkan sekitar 60 kg N/ha serta meningkatkan kadar bahan organic tanah. Inokulan Azolla segar sebanyak 1,25 t/ha yang ditanam bersama-sama padi sawah dan setelah menutup seluruh permukaan lahan sawah kemudian dibenam, mampu menyediakan 150 kg Urea/ha untuk pertumbuhan dan hasil padi (Anonim, 2011). Azolla microphyllayang ditanam bersamaan dengan padi pada tanah Inceptisol, di Jawa Barat, menggunakan inoculum sebanyak 50 kg/ha setelah dua minggu dapat menghasilkan 1,25 t biomas/ ha dan selama pertumbuhan padi dapat menghasilkan sekitar 40 t biomas, yang dapat menyumbangkan hara setara 60 kg N/ha dan meningkatkan kadar organic tanah dan kapasitas tukar kation sehingga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan (Anonim,2011).
2.      Mikroba Fiksator Sebagai Sumber Pupuk
            Sekitar 78% dari volume atmosfir dari berat total 3,8x1015 ton terdiri dari nitrogen (N2) dalam bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroorganisme penambat N2 yang ada di dalam tanah baik yang simbiotik maupun yang non simbiotik (free living) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati. 170x106 tN/tahun melalui penembatan biologis bandingkan dengan yang di hasilkan melalui industry pupuk N sebesar 30x106 t N/tahun. Penambatan nitrogen secara biologis hampir enam kali dari penambatan nitrogen melalui industry. Potensi tersebut dapat dieksplorasi dan dimanfaatkan pada bidang pertanian sehingga tercipta pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture). Produksi pupuk nitrogen dunia untuk tahun 1999/2000 telah mencapai lebih dari 80,000,000 ton (Word Bank, 2000). Nitrogen ini oleh sekelompok mikroba non-simbiotik seperti Azotobacter, Azomonas, Azotococcus, Beijerinckia, Derxia, Xanthobacter, Methylobacter, Methylococcus, Azospirillum, Arthrobacter, Citrobacter dapat difiksasi ke dalam tanah dan oleh mikroba nitrifikasi dan amonifikasi dapat diubah menjadi senyawa nitrogen yang tersedia bagi tanaman yakni nitrat dan garam ammonium. Sementara bakteri simbiotik seperti Rhizobium, Bradyrhizobium, Azorhizobium yang berinteraksi spesifik dengan kelompok tanaman tertentu dengan membentuk nodul mampu memfiksasi nitrogen udara dan disumbangkan langsung kepada tanaman dalam simbiosa mutualistis. Kelompok lain seperti Cynobacteria adalah kelompok pemfiksasi nitrogen yang juga bersimbiose dengan tanaman seperti Azolla dapat hidup secara autotroph. Begitu besar potensi nitrogen di alam, walau tidak dapat diambil langsung oleh tanaman, namun banyak jenis tanaman dan mikroba yang dapat memfiksasinya lalu memindahkan ke tanah atau langsung mengasosiasikan dengan tanaman inang yang cocok (Madigan et al., 1997; Richards, 1989).
            Kelompok mokroba lain yangberasosiasi saling menguntungkan dengan tanaman adalah fungi mikoriza. Asosiasi ini dapat saling menyumbangkan yakni berupa senyawa organic oleh tanaman ke fungi sementara akumulasi unsur hara seperti fosfor yang konsentrasinya rendah di tanah dapat dioptimalkan penyerapannya oleh keberadaan fungi. Potensi fungi mikorhiza sangat besar untuk tanaman terutama untuk reklamasi atau penanaman kembali lahan-lahan kritis. Berbagai jenis fungi mikorhiza yang tergabung dalam kelompok ektomikorhiza seperti: Cortinarius, Amanita, Tricholoma, Boletus, Suillus, Russula, Lactarius, Rhizopogon, Scleroderma, Pisolithus, Telephora, maupun endomikorhiza seperti Endogone, Gigaspora, Acaulospora, Glomus, dan Schlerocystis (Richards, 1989). Selain itu, ada kelompok mikroba pelarut fosfat yang berasal daro golongan bakteri (Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Brevibacterium, dan Serratia) dan dari golonga cendawan (Aspergillus, Penicillum, Culvularia, Humicola, dan Phoma). Populasi mikroba tersebut dalam tanah berkisar dari ratusan sampai puluhan ribu sel per gram tanah.
Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam organic seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organic ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04- menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap. Dari hasil penelitian pada skala rumah kaca diperoleh bahwa aplikasi pupuk organic dari limbah pertanian yang diintegrasikan dengan pupuk hayati dengan kandungan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik Azotobacter dapat menghemat penggunaan padi (Syam’un, Dachlan, Aryantha, dan Suantika, 2006). Demikian dengan aplikasipupuk organic dari limbah pertanian dan mikroba Azotobacter (Sennang, Syam’un dan Dachlan, 2009).

0 komentar:

Posting Komentar