PENGEMBANGAN BAHAN
ALAMI SEBAGAI SUMBER PUPUK RAMAH LINGKUNGAN DAN REMEDIASI LAHAN MARGINAL
Kelaparan dan kekurangan pangan
merupakan bentuk terburuk dari kemiskinan yang dihadapi oleh rakyat, dimana
kelaparan itu sendiri merupakan suatu proses sebab akibat dari kemiskinan. Oleh
sebab itu usaha pengembangan ketahanan pangan tidak dapat dipisahkan dari usaha
penanggulangan masalah kemiskinan. Di lain pihak masalah pangan yang dikaitkan
dengan kemiskinan telah pula menjadi perhatian dunia, terutama seperti yang telah
dinyatakan dalam KTT Pangan Dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk
turut serta secara aktif memberikan kontribusi terhadap usaha menghapuskan
kelaparan dunia. Ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan
pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli)
pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada ketahanan pangan: petani
adalah produsen pangan dan petani adalah juga sekaligus kelompok konsumen
terbesar yang sebagian masih miskin dan membutuhkan daya beli yang cukup untuk
membeli pangan (Bayu Kristinamurthi, 2001).
Tingakat kemiskinan di pedesaan
sebenarnya bisa disetarakan dengan jumlah petani gurem, karena mereka inilah
kelompok yang rentan. Biro Pusat Statistik (BPS) per Maret 2011 mencatat masih
ada 30,02 juta penduduk berada dalam kondisi miskin. Komposisi penduduk miskin
pedesaan sebanyak 18,97 juta jiwa dan 11,05 juta penduduk miskin perkotaan.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan dan
kesehatan. Tingkat kemiskinan Indonesia sejak 1996 sampai sekarang relative
stagnam jika merujuk persentase penduduk kemiskinan (rata-rata pendapatan<
US$1 per hari) tidak menunjukkan pengurangan berarti dan masih terus berada di
kisaran 15% dari jumlah penduduk. Tingkat kemiskinan di Indonesia akan berbeda,
bila standarisasi yang digunakan untuk mengkategorikan kemiskinan dengan
rata-rata pendapatan kurang dari US$2 per hari. Pendapatan sebesar itu lazim
digunakan oleh Negara lain untuk mengkategorisasikan kemiskinan. Jika patokan
itu menjadi dasar ukurannya maka tingkat kemiskinan di Indonesia sangat besar.
Data dari Badan Pusat Statistik bahwa
angka kemiskinan di Indonesia khususnya tahun 2012 sangat memprihatinkan
sekali. Statistik dari jumlah total penduduk Indonesia sekitar 220 juta lebih,
di dapatkan angka warga kemiskinan mencapai 12,36% dan hampir mencapai kelas
miskin mencapai 12%. Jumlah angka kemiskinan secara keseluruhan, terdapat 60
juta penduduk miskin maupun hampir mencapai kriteria warga miskin.
Hamparan bumi 27% di antaranya
merupakan daerah tropis, 11% dari luasan itu adalah Indonesia mestinya menjadi
gudang pangan dunia tetapi ironis mayoritas masyarakat yang berstatus “miskin”
adalah petani. Beraneka ragam program dan kegiatan yang di luncurkan untuk
mengikis “karang” kemiskinan telah diinisiasi oleh pemerintah dari masa ke
masa. Semua program/kegiatan dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya petani dan nelayan sehingga terhentas dari
jurang “kemiskinan”. Indonesia termasuk negara yang berada pada bentangan garis
khatulistiwa dengan sumber daya alam yang melimpah sehingga memungkinkan dapat
bercocok tanam sepanjang tahun mestinya penduduk yang banyak bermukim di
pedesaan tidak termasuk dalam kelompok “miskin. Tetapi kenyataanya yang
berpredikat petani dan nelayan justru mayoritas masuk kategori miskin. Hal ini
banyak disebabkan karena daya dukung lahan mereka pada dasarnya “sakit”
sehingga tidak lagi menjadi sumber kehidupan yang dapat mengen-taskan dari
belitan kemiskinan. Oleh karena itu, lahan-lahan yang “sakit” perlu diupanyakan
agar menjadi “sehat” sehingga bisa menjadi tumpuan harapan kehidupan yang layak
bagi masyarakat tani. Jika sector pertanian telah dikembangkan menjadi usaha yang menjanjikan maka bukan
tidak mungkin dapat berperan sebagai wadah dalam mengentaskan kemiskinan
sehingga sebahagian masalah dari bangsa dapat diatasi.
Penggunaan pupuk kimia yang
cenderung meningkat tidak terlepas dari kemampuannya meningkatkan produktivitas
dalam kurun waktu relative singkat, bahkan pupuk kimia dianggap sebagai teknik
yang ampuh untuk meningkatkan produksi. Berdasarkan catatan badan Dunia FAO,
bahwa penggunaan pupuk yang sepadan dan berimbang di Negara-negara sedang
berkembang dapat meningkatkan hasil pangan 50-60%. Kenaikan produksi pangan
dunia sejalan dengan penggunaan pupuk kimia (Wolf, 1986). Penggunaan pupuk
(terutama N/urea) persatuan luas cenderung meningkatkan namun kenyataannya
produktivitas lahan pertanian mengalami penurunan. Jika kebiasaan ini tidak
ditinggalkan dikhawatirkan ke depan lahan-lahan pertanian tidak dapat
diharapkan sebagi sumber kesejahteraan yang menjanjikan bagi sebagi besar
penduduk Indonesia. Sektor pertanian saat ini dan akan datang mendapat tekanan
yang sangat berat karena di satu sisi diharapkan sebagai sumber pangan yang
dapat memenuhi kebutuhan dunia.Di sisi lain pertanian beberapa Negara di
belahan dunia diarahkan juga sebagai sumber energy terbarukan (biofuel) yang kebutuhannya
dari waktu ke waktu memperlihatkan trend yang meningkat. Konsekuenasinya dari
dua program tersebut maka tidak ada jalan lain maka sektor pertanian harus
diupanyakan untuk dilakuakan perbaiakan termasuk penggunaan bahan alami yang
melimpah di sekitar kita.
Tertundanya kenaikan Bahan Bakar
Minyak (BBM) pada bulan April 2012 maka Kementerian Pertanian harus menghemat
anggarannya sebesar Rp 632 miliar. “Bukan hanya anggaran pupuk dan benih yang
turun melainkan juga anggaran padi hibrida sebesar 363 miliar dipangkas menjadi
Rp 84 miliar. Dalam APBN 2012, subsidi pupuk dialokasikan 16,94 triliun rupiah,
dan di APBN-P 2012, jumlahnya turun 17,6% (Rp.2,98 triliun) menjadi Rp. 13,95
triliun (Pikiran Rakyat, 6 April 2012). Menurunnya subsidi pupuk dari pemerintah
akan berimbas terhadap peningkatan produksin yang pengaruhnya tidak saja
terhadap terjadinya kelangkaan di lapangan juga berakibat berkurangnya dosis
penggunaan di tingkat petani. Kenaikan harga pupuk tidak terhindarkan sebagai
dampak dari naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dunia tidak dapat ditangkap
sebagai peluang bisnis bagi produsen pupuk Indonesia. Pabrik pupuk nitrogen (N)
terkendala oleh naiknya harga gas alam, sedangkan pabrik pupuk fosfat (P) dan
kalium (K) karena impor pasok bahan dasar pupuk tersendat akibat meningkatnya
harga dan keterbatasan stok bahan dasar pupuk tersebut di pasarb internasional.
Dalam menghadapi krisis tersebut perlu diupanyakan memaksimalkan potensi bahan
alami yang dapat berperan sebagi subtitusi pupuk an organic yang selama ini
banyak digunakan petani dalam berusahatani. Salah satu persoalan klasik yang
sering dihadapi petani antara lain tingginya harga pupuk akibat dikurangi
subsidi dari pemerintah sehingga perlu dilakukan upaya agar kelangkaan dan
kemahalan pupuk ada solusinya di antaranya mengupayakan pemanfaatan bahan alami
yang banyak terdapat di sekeliling kita. Pemakaian pupuk kimia, alkali dan
pestisida yang terus menerus menyebabkan tumpukan residu yang melebihi daya
dukung lingkungan jika tidak terurai akan menjadi “racun tanah” dan tanah
menjadi “sakit”. Dalam kehidupan umat manusia terjadi kecenderungan berbuat
berbuat kerusakan. Di awal penciptaan manusia ditengarai oleh Malaikat akan
berbuat kerusakan di muka bumi sebagaimana yang diabadikan dalam Alqur’an: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: “Se-sungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah (manusia)
di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah
(manusia) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah…(QS Al Baqarah 30).
Akibat hilangnya mikroba
pengendali keseimbangan daya dukung kesuburan tanah maka terjadi
ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-mutan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan sawah/ irigasi dengan berbagai
upaya program revolusi hijau tidak lagi memberikan kontribusi pada peningkatan
produktivitas karena telah mencapai titik jenuh (Levelling off) sehingga produktivitas yang terjadi justru cenderung
menurun. Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management untuk mengembalikan kesuburan tanah dengan
memasukkan berbagai ragam mikroba pengendali yang mempercepat keseimbangan
alami. Telah diketahui bahwa mikroorganisme unggul dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat “diberdayakan” agar mikroba-mikroba tersebut berfungsi mengendalikan
keseimbangan kesuburan tanah. Firman Allah dalam Alqur’an: … mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Allah kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia,…(QS. Ali Imran 191). Ketersia-sian ciptaan Allah karena
pengetahuan umat manusia yang sangat terbatas sehingga perlu upaya penyegaran
atau pengembaran dalam menuntut ilmu agar ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) makin maju sehingga dapat menemu kenali kemanfaatan ciptaan-Nya.
Penggunaan pupuk mikroba sebagai
sumber hara bagi tanaman perlu digalakkan mengingat peranan pupuk hayati tidak
saja sebagai sumber hara tetapi juga berperan sebagi sumber horman tumbuh dan
antibiotic sehingga biaya pengendalian hama dan penyakit dapat ditekan. Mikroba
yang memiliki sifat tersebut di antaranya jenis Azotobacter. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa inokulasi Azotobacter dapat meningkatkan hasil
bawang merah 18-22%, terong 42%, tomat 2-29%, kubis 26-45%, dan padi 23%
(Mehrotra dan Lehri, 1971; Joi dan Shinde, 1976). Selanjutnya diperoleh bahwa
pemberian pupuk organic dari kulit kakao, eceng gondok dan brangkasan kedelai
masing-masing dengan dosis 2 ton ha-1 yang diintegrasikan dengan
mikroba Azotobacter sebanyak 5 L ha-1 memberikan hasil
berturut-turut 8,24 ton ha-1 , 8,22 ton ha-1, dan 8,22
ton ha-1 dengan pemberian pupuk urea hanya 50kg ha-1
(Sennang, Syam’un dan Dachlan, 2010).
Fenomena dampak negative
intensifikasi pertanian terhadap ekosistem pertanian termasuk pengerasan tanah, kehilangan materi organic, kontaminasi
logam berat dari senyawa-senyawa sida terjadi dimana-mana (Stoate et al.,
2001). Intensitas pemakaian pupuk kimia telah terbukti meningkat dari waktu ke
waktu. Dari sejak awal sistim Bismas diperkenalkan dosis pemupukan pada
pertanaman padi sawah hanya sekitar 50-70kg per hektar, namun dalam rentang
waktu 25 tahun sudah terjadi peningkatan dosis pupuk 5-6 kali lipat. Kebutuhan
pemupukan (urea, TSP/SP-36,NPK dan KCL) untuk tanaman padi saat ini telah
mencapai dosis lebih dari 300 kg per hektar untuk urea, SP-36 200kg ha-1,
dan KCl 100kg ha-1. Kenapa terjadi peningkatan dosis pemupukan yang
begitu drastic? Apakah peningkatan dosis ini diiringi dengan peningkatan hasil
panen yang berlipat pula, ternyata tidak. Lalu kenapa harus dilakukan pemupukan
dengan dosis yang berlipat-lipat?
Dalam upaya menyeimbangkan dan
melestarikan ekosistem pertanian, input produksi yang bersumber dari alam patut
menjadi perhatian dalam penerapan pertanian ramah lingkungan yang ada pada
gilirannya akan menciptakan pertanian yang lestari. Mikroba tanah berperan
penting dalam proses pelarutan mineral-mineral yang tadinya berada dalam bentuk
senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun garam-garam yang dapat diserap
tanaman. Sebagai contoh unsur fosfor dalam senyawa kompleks bantuan akan
terlarutkan oleh kelompok pelarut fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman
(Wild, 2001).
1.
Pupuk
Hijau Sebagai Sumber Hara Potensial
Pupuk hijau merupakan pemanfaatan
hijauan tanaman yang belum terdekomposisi ke dalam tanah yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas produksi tanaman (Sutanto, 2002). Pupuk hijau yang
digunakan berasal dari hijauan tanaman legume, karena tanaman legume mampu
memfiksasi N bebas dari udara dengan bakteri penambat N sehingga kadar N yang
terkendung di dalam tanaman relative tinggi. Selain sumber nitrogen keuntungan
dalam pemberian pupuk hijau lainnya adalah mensuplai bahan organic tanah,
meningkatkan proses biokimia dalam tanah karena melalui bahan organic yang berasal
dari hijauan tanaman merupakan sumber nutrisi bagi mikroba. Pupuk hijau
(terutama legum) dapat dibagi ke dalam
tiga golongan: (1) pupuk hijau yang berbentuk pohon dipakai sebagai naungan
atau sebagai pohon pelindung, misalnya Leucaena
sp (lamtoro), Sesbania grandiflora
(turi) dll. (2) pupuk hijau berbentuk perdu, misalnya Crotalaria sp, Flamingia
fongesta, Sesbania rostrata dll. (3)
pupuk hijau berbentuk semak, misalnya Calopogonium
mucunoides, Peuraria javanca, Centrosema sp, Mimosa invisa, Azolla sp. (Hakim et al, 1986).
Sesbania mempunyai kemampuan untuk tumbuh
di lahan masam, lahan salin, dan dalam kondisi tergenang maupun kering. Sesbania rostrata termasuk tanaman
kacang-kacang yang mapu membentuk bintil akar dan bintil pada batang,
bersimbiosis dengan Azorhizobium
caulinodans yang dapat menambat N dari udara, sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk hijau. Dari hasil penelitian tampak bahwa Sesbania cannabina paling toleran pada pH rendah, S. cannabina toleran terhadap kondisi salin
dan tergenang. S. rostrata mampu menghasilkan 16,8 t/ha bahan kering dan 426 kg
N/ha selama 13 minggu dalam kondisi tidak tergenang. Dalam kondisi tergenang,
S. rostrata membentuk aerenkhima. Suplai nitrogen ke bintil akar melalui
aerenkhima adalah 40% dan 60% melalui batang (Saraswati dan Matoh, 1993).
Jumlah N yang diikat oleh S.
rostrata pada populasi 500.000 tanaman/ha, pada umur 55 hari adalah 240 kg N/ha
pada musim kemarau dan 286 kg N/ha pada musim hujan. Pada umur 13 minggu,
biomas kering yang dihasilkan 17 t/ha yang mengandung 426kg N/ha (Endang
Suhartatik,2010). Menurut Moch Munir (1996) Penambahan organic pada Ultisol
akan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian pupuk hijau Sesbania rostrata dengan dosis 5 ton/ha
pada Ultisol mampu meningkatkan kandungan C-organik tanah dari 1,505% menjadi
1,863% dan meningkatakan nitrogen total tanah dari 0,114% menjadi 1,146% (Abdul
Hadison, 2004).
Turi mini (Sesbania cannabina) dan Azolla merupakan pupuk hijau sumber hara
Nitrogen. Turi mini dapat menambat N dari udara dan meningkatkan efisiensi
penyerapan nitrogen dan fosfor di dalam tanah. Tanaman Turi mini (Sesbania cannabina) mempunyai
bintil-bintil pada akar dan batang yang dapat memfiksasi N udara yang bersimbiosis
dengan bakteri Rhizobium. Daya menambat N turi mini mencapai 4,7% lebih besar
dari anggota family Fabiaceae seperti kacang tanah dan kacang kedelei. Turi
mini mampu menambat N berkisar 56-150 kg/ha. Kelebihan lain dari turin mini ini
adalah dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan fosfor di dalam
tanah. Peningkatan efisiensi penyerapan N mencapai 25% dan terjadi peningkatan
kandungan N tanah serta peningkatan penyerapan P yang berpengaruh positif
mempercepat pembungaan padi sekitar 7-10 hari (Anonim, 2010). Hasil penelitian
aplikasi pupuk hijau (Sesbania rostrata) yang
dibenamkan umur 45 hari, dikombinasikan dengan pemupukan Urea 130 kg/ha pada
tanah Vertisol Ngawi memberikan hasil gabah kering 4,6 t/ha. Dengan menggunakan
2 kg/ha biji Sesbania rostrata menghasilkan
total biomas 12,5 t/ha mengandung setara 75 kg N, 5 kg P dan 18 kg K.(Anonim,
2011). Penggunaan paku air Azolla
microphylla pada tanah sawah yang ditumbuhkan bersama-sama dengan tanaman
padi juga mampu menambat N dari udara dan menyumbangkan sekitar 60 kg N/ha
serta meningkatkan kadar bahan organic tanah. Inokulan Azolla segar sebanyak
1,25 t/ha yang ditanam bersama-sama padi sawah dan setelah menutup seluruh
permukaan lahan sawah kemudian dibenam, mampu menyediakan 150 kg Urea/ha untuk
pertumbuhan dan hasil padi (Anonim, 2011). Azolla
microphyllayang ditanam bersamaan dengan padi pada tanah Inceptisol, di
Jawa Barat, menggunakan inoculum sebanyak 50 kg/ha setelah dua minggu dapat
menghasilkan 1,25 t biomas/ ha dan selama pertumbuhan padi dapat menghasilkan
sekitar 40 t biomas, yang dapat menyumbangkan hara setara 60 kg N/ha dan
meningkatkan kadar organic tanah dan kapasitas tukar kation sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pemupukan (Anonim,2011).
2.
Mikroba
Fiksator Sebagai Sumber Pupuk
Sekitar 78% dari volume atmosfir
dari berat total 3,8x1015 ton terdiri dari nitrogen (N2)
dalam bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Mikroorganisme
penambat N2 yang ada di dalam tanah baik yang simbiotik maupun yang
non simbiotik (free living) dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati. 170x106
tN/tahun melalui penembatan biologis bandingkan dengan yang di hasilkan melalui
industry pupuk N sebesar 30x106 t N/tahun. Penambatan nitrogen
secara biologis hampir enam kali dari penambatan nitrogen melalui industry.
Potensi tersebut dapat dieksplorasi dan dimanfaatkan pada bidang pertanian
sehingga tercipta pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture).
Produksi pupuk nitrogen dunia untuk tahun 1999/2000 telah mencapai lebih dari
80,000,000 ton (Word Bank, 2000). Nitrogen ini oleh sekelompok mikroba
non-simbiotik seperti Azotobacter, Azomonas, Azotococcus, Beijerinckia, Derxia,
Xanthobacter, Methylobacter, Methylococcus, Azospirillum, Arthrobacter,
Citrobacter dapat difiksasi ke dalam tanah dan oleh mikroba nitrifikasi dan
amonifikasi dapat diubah menjadi senyawa nitrogen yang tersedia bagi tanaman
yakni nitrat dan garam ammonium. Sementara bakteri simbiotik seperti Rhizobium,
Bradyrhizobium, Azorhizobium yang berinteraksi spesifik dengan kelompok tanaman
tertentu dengan membentuk nodul mampu memfiksasi nitrogen udara dan
disumbangkan langsung kepada tanaman dalam simbiosa mutualistis. Kelompok lain
seperti Cynobacteria adalah kelompok pemfiksasi nitrogen yang juga bersimbiose
dengan tanaman seperti Azolla dapat hidup secara autotroph. Begitu besar
potensi nitrogen di alam, walau tidak dapat diambil langsung oleh tanaman,
namun banyak jenis tanaman dan mikroba yang dapat memfiksasinya lalu
memindahkan ke tanah atau langsung mengasosiasikan dengan tanaman inang yang
cocok (Madigan et al., 1997; Richards, 1989).
Kelompok mokroba lain
yangberasosiasi saling menguntungkan dengan tanaman adalah fungi mikoriza.
Asosiasi ini dapat saling menyumbangkan yakni berupa senyawa organic oleh
tanaman ke fungi sementara akumulasi unsur hara seperti fosfor yang
konsentrasinya rendah di tanah dapat dioptimalkan penyerapannya oleh keberadaan
fungi. Potensi fungi mikorhiza sangat besar untuk tanaman terutama untuk
reklamasi atau penanaman kembali lahan-lahan kritis. Berbagai jenis fungi
mikorhiza yang tergabung dalam kelompok ektomikorhiza seperti: Cortinarius,
Amanita, Tricholoma, Boletus, Suillus, Russula, Lactarius, Rhizopogon, Scleroderma,
Pisolithus, Telephora, maupun endomikorhiza seperti Endogone, Gigaspora,
Acaulospora, Glomus, dan Schlerocystis (Richards, 1989). Selain itu, ada
kelompok mikroba pelarut fosfat yang berasal daro golongan bakteri
(Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Brevibacterium, dan Serratia) dan dari
golonga cendawan (Aspergillus, Penicillum, Culvularia, Humicola, dan Phoma).
Populasi mikroba tersebut dalam tanah berkisar dari ratusan sampai puluhan ribu
sel per gram tanah.
Mikroba
pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai macam asam
organic seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan
suksinat. Asam-asam organic ini dapat membentuk khelat (kompleks stabil) dengan
kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P, sehingga ion H2P04-
menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap. Dari
hasil penelitian pada skala rumah kaca diperoleh bahwa aplikasi pupuk organic
dari limbah pertanian yang diintegrasikan dengan pupuk hayati dengan kandungan
mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik Azotobacter dapat menghemat penggunaan
padi (Syam’un, Dachlan, Aryantha, dan Suantika, 2006). Demikian dengan
aplikasipupuk organic dari limbah pertanian dan mikroba Azotobacter (Sennang,
Syam’un dan Dachlan, 2009).
0 komentar:
Posting Komentar