PEMANFAATAN BIBIT
KAKAO KLONAL BERMIKORIZA DAN METODE PEREMAJAAN/ REHABILITASI TANAMAN UNTUK
MENGANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN
Kakao
merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia yang telah memberikan
sumbangan devisa bagi negara. Kakao merupakan komoditas perkebunan yang
memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan mampu diandalkan sebagai komoditas
perkebunan yang dapat memperbaiki perekonomian masyarakat. Didaerah sentra
produksi, kakao telah menjadi komoditas sosial setelah padi, tetapi saat ini sebahagian
besar patani membiarkan tanaman tumbuh tanapa perawatan sama sekali dan
cenderung putus asa akibat penurunan produktivitas tanaman dan tingginya
tingkat serangan OPT. Luas perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2009 tercatat
1.475.343 ha dan sebagian besar (93,04%) dikelolah oleh rakyat. Sejak tahun
2010, Indonesia merupakan negara dengan luas pertanaman kakao ke 4 dunia dengan
total areal 1.587.136 ha dan menempati urutan terbesar ke-2 penghasil kakao
dunia dengan total produksi 877.296 ton, tapi produktifitas dan mutunya masih
sangat rendah. Rata-rata produktifitasnya hanya 535,17 kg/ha, Sulawesi selatan
merupakan salah satu sentra produksi utama kakao indonesia. Areal pertanaman
Kakao sulawesi Selatan pada tahun 2009 sekitar 263.153,05 dan pada akhir tahun
2010 mengalami penurunan menjaddi 262.542 ha dengan produksi sekitar 163.001,47
ton.
Penurunan
kemampuan produksi dan produktivitas tanaman disebabkan karean sebagian tanaman
semakin tua, pengelolaan tanaman oleh petani sangat rendah, seperti pemupukan,
pemangkasan, sanitasi kebun dan panen yang sering terlambat. Kondisi yang
demikian mengakibatkan penurunan populasi tanaman per hektar akibat kematian
tanaman oleh kekeringan, penyakit VSD dan Fusarium, tingginya tingkat kerusakan
bantalan pada batang utama dan cabang primer, terciptanya kondisi ekologis yang
memungkinkan berkembangnya hama dan penyakit utama kakao seperti PBK, tikus,
busuk buah dan VSD ( Vascular Streak Dieback). Skenario yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki produksi dan produktifitas kakao di Sulawesi Selatan pada
dasarnya dapat dilakukan dengan tiga program utama adalah:
1.
Intensifikasi
tanaman dengan sasaran utama adalah kebun petani yang berumur di bawah 14 tahun
dengan populasi minimal 750 pohon per hektar.
2.
Peremajaan
tanaman dengan sasaran utama adalah kebun petani yang berumur 14-20 tahun, buah
yang dipanen dominan berada di cabang/ ranting yang berbaur dengan daun,
populasi tanaman minimal 750 pohon yang bebas dari kanker batang, dan prokduksi
maksimal 500 kg/ha.
3.
Rehabilitasi
tanaman tua dengan sasaran utama adalah kebun petani yang telah berumur diatas
18 tahun, populasi tanaman < 500, produksi kurang dari 500 kg/ha.
Program
pemerintah dalam upaya perbaikan roduksi dan Mutu Kakao Nasional melalui
GERAKAN NASIONAL PERBAIKAN PRODUKSI DAN MUTU KAKAO (GERNAS PRO-KAKAO) yang
dilaksanakan tahun 2009 sampai 2011 menunjukkan tigkat keberhasilan yang sangat
rendah, bahakan cenderung gagal. Berbagai faktor yang mengakibatkan rendahnya
tingkat keberhasilan program GERNAS PRO-KAKAO diantaranya adalah: petani tidak
dipersiapkan menerima program dan tidak dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan,
minimnya pembinaan dan bimbingan dari instansi terkait (petugas lapang) ke
petani peserta, teknis dan waktu pelaksaan yang kurang tepat, rendahnya
pengawasan terhadap penggunaan bahan khusus entris untuk sambung samping dan
penggunaan bahan (bibit) tanaman yang belum teruji khususnya dalam pelaksanaan
peremajaan tanaman. Disamping faktor tersebut diatas, salah satu faktor yang
ikut memberi andil terhadap rendahnya
keberhasilan pelaksanaan gernas adalah
kondisi iklim pada sentra
pertanaman kakao di Sulawesi Selatan dimana pola hujan yang sangat tegas
antara musim kemarau dengan musim hujan. Kondisi ini semakin diperparah oleh
keterbatasan naungan yang berdampak pada kematian tanaman muda pada musim
kemarau.
Jamur
MA adalah jenis jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman yang mampu
meningkatkan serapan unsur hara N, P dan Kdan meningkatkan efesiensi pengunaan
air tanah, meningkatkan nilai teganganosmotik sel-sel tanaman pada tanaman pada
tanah yang kadar airnya cukup rendah, sehingga tanaman dapat melangsungkan
kehidupannya serta mampu meningkatkan laju pertumbuhan vegetati dan produksi
tanaman. Beberapa hasil penelitian telah dilaporkan bahwa pemberian jamur MA
dapat meningkatkan laju pertumbuhan bibit kakao, meningkatkan efesiensi
penggunaan air dan ketahanan tanaman terhadap kekeringan.
Peremajaan
tanaman kakao yang sudah tua yang dilakukan secara bertahap sangat rentang
terhadap kekeringan pada saat musim kemarau khususnya pada pola pertanaman
tanpa atau sangat sedikit naungan. Tanaman kakao dengan sistem perakaran yang
relatif dangkal sangat rentang terhadap kekeringan. Dengan demikian maka
alternatif yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan rehabilitas tanaman tua/
rusak adalah “pemanfaatan bibit kakao klonal bermikoriza dan perbaikan metode
peremajaan/ rehabilitasi tanaman”.
1.
Dampak
Kekeringan Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman Kakao
Kakao
merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon yang dapat tumbuh dan berproduksi
baik pada keadaan iklim dan tanah yang
sesuai dengan potensi hasil bervariasi 50-120 buah/ pohon/ tahun. Tanaman kakao
merupakan tanaman tropisyang tumbuh dibawah naungan kaki gunung Andez didaerah
aliran sungai Amazon dan sungai Orinaco. Dengan demikian maka tanaman kakao
merupakan tanaman yang tidak membutuhkan penyiraman matahari penuh dan termasuk
tanaman C3, sehingga fiksasi CO2 pada fotoseintesa
dilakukan oleh ribulosa bifosfat (RuBP) yang dikatalis oleh enzim rubisco.
Reaksi antara RuBP dan CO2 akan menghasilkan senyawa 3-ketoorbitol
1,5bifosfat yang bersifat labil sehingga begitu terbentuk langsung terbentuk 2
molekul senyawa asam posfoggliserat (PGA) (Nasaruddin, 2009). Laju assimilasi netto
tanaman kakao meningkat sesuai jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima
oleh daun, tetapi selanjutnya akan kembali menurun apabila intensitas cahaya
matahari terus meningkat sampai diatas 75% cahaya penuh. Peingkatan laju
assimilasi netto tanaman, akan diikuti peningkatan berat kering akar, ranting
dan daun tanaman, seirama dengan peningkatan itensitas cahaya matahari.
Peningkatan berat kering daun ranting dan akar tanaman pada umur 10 dan 20
tahun memperlihatkan pola yang sama dan pada umumnya bersifat kuadratik, pada
intensitas cahaya matahari diatas 75%, berat kering daun, ranting dan akar
sudah mengalami penurunan.
Tanaman
kakao memiliki sistem perakaran efektif yang relatif dangkal. Jumlah akar
efektif tanaman kakao mencapai diatas 75% berada pada ke dalaman 0-30 cm dari
permukaan tanah. Hal ini mengakibatkan tanaman kakao respon terhadap perlakuan
tanah, genangan dan kekeringan. Tanaman kakao sangat sensitif terhadap
kekurangan air, sehingga tanahnya harus memiliki kemampuan menahan air yang
tinggi, tetapi relatif peka terhadap genangan berkepanjangan sehingga
membutuhkan pengaturan air dan darinase lahan yang baik.
Curah
hujan merupakan unsur iklim terpeting bagi ketersediaan air untuk pertumbuhan
tanaman pada lahan kering. Tanaman kakao membutuhkan curah hujan yang harus
tinggi dan terdistribusi dengan baik sepanjang tahun. Tingkat curah hujan yang
baik pertahun berkisar antara 1500 mm – 2500 mm. Curah hujan saat musim kemarau
sebaiknya lebih kurang dari 100 mm per bulan dan tidak lebih dari tiga bulan.
Temperatu maksimum 300-320 C, minimum 180-210 C, dan temperatur optimum 26-60
C. Hasil pengukuran satelit memperlihatkan bahwa pada kondisi cahaya penuh,
nilai PAR (Photosintetic actif radiation) pada permukaan daun mencapai
500-1000w, m-2 sedang intensitas cahaya efektif bagi fotosintesis optimum
tanaman kakao pada intensitas cahaya antara 350-750w, m-2 (Nasaruddin 2009).
Konsistensi
tanah yang subur samai agak teguh dengan permeabilitas sedang sampai baik,
kedalam air tanah minimal 3 m. Kakao memerlukan tanah dengan struktur kasar
yang berguna untuk memberi ruang agar untuk dapat menyerap nutrisi yang
diperlukan sehingga perkembangan sistem akar dapat optimal. Tanah kakao
memerlukan keasaman tanah (pH) optimum 6,0-6,75. Kakao tidak tahan terhadap
kejenuhan Al tinggi, kejenuhan basa minimum 35%. KTK top soil: 12 me/100 g, KTK
sub soil: 5 me/100 g, KTK Mg: 20 me/ 100 g, dan kandungan bahan organik >
3%.
Pada
sistem budidaya kakao banyak mengalami berbagai hambatan baik OPT (hama,
penyakit dan gulma) maupun gangguan non OPT. Ganguan non OPT yang menjadi
kendala utama pada budidaya kakao adalah kekeringan. Penyerapan air dalam tanah
oleh akar menurunkan tingkat ketersediaan air bagi tanaman. Penyerapan air
dalam tanah oleh akar sangat menentukan pemenuhan kebutuhan air pada tanaman.
Besarnya air yang diserap oleh akar tergantung ketersediaan atau kadar air
tanah yang ada dan laju transpirasi.
Pada kondisi kadar air tanah rendah atau berada di bawah kapasitas
lapang, dan dalam kondisi laju evapotrasnpirasi melebihi laju absorbsi air,
maka tanaman akan dihadapkan pada kondisi cekam air atau kekeringan yang
berlanjut selama lebih dari 3 bulan dapat berdampak serius bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kakao. Pada pembibitan kakao, kekeringan yang
berkepanjangan akan menyebabkan supli air tidak mencukupi dan akan
mengakibatkan kematian bibit. Kekeringan berkepanjangan pada tanaman kakao yang
belum menghasilkan akan mengakibatkan warna daun dn tangkai daun berubah
menjadi kuning, sedangkan cabang mulai mengering dan meranggah. Pengaruh
kekeringan yang berkepanjangan akan mengakibatkan kematian pada tanaman kakao
muda. Kekeringan berkepanjangan akan menrunkan produksi tanaman kakao yang
sudah menghasilkan. Penurunan hasil yang signifikan akan berlanjut pada
beberapa tahun ke depan karena tanaman akan mengalokasikan penggunaan energi
hasil fotosintesis yang lenih banyak untuk pemulihan (recovery) dari pada untuk
pembungaan (flowering).
Tanaman
kakao di Sulawesi Selatan menyebar pada daerah yang memiliki musim kemarau
sangat tegas antara 4-7 bulan. Pada daerah kering, tanaman kakao akan mengalami
penurunan produksi mencapai sekitar 40% sementara pada daerah yang basah akan
mencapai sekitar 20-26%, tergantung kepada lamanya kekeringan dan musim hujan
pada tahun-tahun berikutnya. Pada tanaman perkebunan khususnya kakao, daya
tahan tanaman sehingga menjadi lebih rentan terhadap hama penyakit, bahkan
dapat menyebabkan kematian tanaman (Anonim3, 2010). Keadaan ini
semakin diperparah dengan keterbatasan naungan pada areal pertanaman dan
aplikasi pupuk yang semakin rendah
akibat harag pupuk yang semakin
meningkat serta terjadinya kelangkaan pupuk saat dibutuhkan (Nasaruddin, 2009).
Kondisi kekeringan pada lahan pertanaman kakao semakin terasa pada saat El-Nino.
Hasil penelitian di Sulawesi Tengah dilaporkan bahwa terjadi penurunan produksi
kakao mencapai 62% dari produksi normal akibat kekeringan pada saat El-Nino
(Keil et al., 2008).
2.
Pemanfaatan
Mikoriza Arbuskula (MA) Untuk Mengatasi Kekeringan Pada Tanaman Kakao
Tanah
sebagai media tumbuh tanaman adalah sebuah komponen dari keseluruhan ekosistem
dan tidak dapat dilepas dari kesehatan ekosistem tersebut. Dibidang pertanian/
perkebunan, tanah yang sehat memiliki kondisi fisik, kimia dan biologis optimal
untuk produksi tanaman dan memiliki kesanggupan untuk menjagakesehatan tanaman
serta kualitas ekosistem yang mencakup
air dan tanah. Zona tanah didaerah sistem perakaran yang dipengaruhi oleh akar
baik secara biologis maupun secara kimia disebut “Rizofer”. Daerah Rizofer
merupakan daerah aktivitas biologi dan kimia tanah, dipengaruhi oleh senyawa
yang dikeluarkan oleh akar secara intensif dan merupakan makan bagi
mikoroorganise tanah. Bakteri yang efektif mengklonisasi akar yang disebut
“Rhizobacteria” (Plant Grow Promothing Rhizobacteria = PGPR atau Rhizobacter
perangsang pertumbuhan tanaman) (Sturzand Nowak, 2000). PGPR memiliki kemampuan
untuk melingdungi bagian Tanaman diatas tanah terhadap penyakit Virus, jamur
dan bakteri dengan resistensi sistemik terinduksi (ISR) dan dapat mempercepat
perkecambahan , merangsang pertumbuhan akar dan tunas, meningkatkan kadar
klorofil daun (Singh et al, 2003), meningkatkan toleransi tanaman terhadap
kekeringan dan garam serta dapat menunda penuaan daun (Lucy et al, 2004).
Berbagai
percobaan telah menunjukkan bahwa pupuk mikroba (biofertilizer) dapat memainkan
peran utama pada tanah dengan tingkat kesuburan rendah dimana tanaman bia
tumbuh (Mirzakhani dkk, 2009). Akar tanaman bersimbiosis secara mutualistik dengn
mikroorganisme tanah seperti jamur mikoriza arbuskula (MA) yang memiliki potensi
untuk mempromosi pertumbuhan dan secara signifikan mampu meningkatkan efisiensi
serapan nutrisi mineral pada tanaman di daerah semi arid yang miskin nutrisi
dan kelarutan P rendah (Hegde et al., 1999 dalam Mader et al., 2010).
Kelompok
mikroba yang paling banyak mendapat perhatian dan banyak digunakan pada sistem
budidaya tanamam baik dalam bentuk inokulasi tunggal maupun dalam bentuk
inokulasi ganda dengan Azotobacter adalah jamur MA. Jamur MA sejenis jamur yang
bersimbiosis dengar akar tanaman yang mampu meningkatkan serapan unsur hara N,
P dan k serta meningkatkan efesien penggunaan air tanah, meningkatkan nilai
tegangan osmotik sel-sel tanaman pada tanah yang kadar airnya cukup
rendah,sehingga tanaman dapat melangsungkan kehidupannya serta mampu
meningkatkan laju pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman (Scheublin et al.,
2004 in Thangadurai, Carlos and Mohamed, 2010). Beberapa hasil penelitian telah
dilaporkan bahwa pemberian jamur MA dapat meningkatkan laju pertumbuhan bibit
kakao, meningkatkan efesiensi penggunaan air dan ketahanan tanaman terhadap
kekeringan (Sasli, 2004). Hasil penelitian BBP2TP Surabaya menunjukkan bahwa
perakaran tanaman kakao yang telah terifeksi jamur MA mempunyai bentuk fisik
yang lebih baik dan memperluas serapan akar yang lebih besar sehingga
meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap air dan unsur hara baik makro
maupun mikro (BBP2TP Surabaya, 2009).
Mikoriza
Arbuskula (MA) dapat hidup secara simbiosis didaerah perakaran tanaman. Jamur
MA merupakan asosiasi antara cendawan tertentu dengan akar tanaman dengan
membentuk jalinan interaksi yang kompleks. Mikorisa dikenal denga jamur tanah
karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada diarea perakaran tanaman
(Rizosfer). Jamur mikoriza membentuk hubungan simbiosis dengan akar tanaman
dengan cara yang sama dengan bakteri
bintil akar tanaman kacang-kaacangan (sidddiqui and Ryota, 2011). Jamur MA secara
umum berasosiasi mutualistik dengan lebih dari 80% tumbuhan vascular dan
memainkan peran penting dalam pertanian berkelanjutan (Akhtar et al 2011).
Jamur MA meningkatkan kemampuan sistem perakaran tanaman untuk menyerap hara
mineral melalui perluasan miselium,
memainkan peran ekologis penting dalam serapan hara tanaman, peningkatan
agregasi tanah melalui produksi glikoprotein hidrofobik (glomalin) yang
dibebaskan dari ekstra-radikal hifa (Cavagnaroand Martin, 2010) dan kemapuan
jamur MA untuk melindungi tanaman dari stress biotik dan abiotik (Cho et al,
2006). Jamur MA adalah salah satu komponen
penting dari sistem suplai terintegrasi hara pada pertanian
berkelanjutan. Jamur AM berperan memfasilitasi serapan hara tanaman melauli
hifa eksternal khususnya P, Zn dan Cu
(van der Heijden, et al in Thangadurai, Carlos and Mohaamed, 2010).
Jamur
mikoriza berinteraksi dengan berbagai macam organisme tanah pada akar tanaman
atau di daerah rizofer yang pada akhirnya memodifikasi proses-proses fisiologi
tanaman inang (Parniske, 2008). Asosiasi jamur MA dengan vakar Tanaman ditemukan
dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup tanaman dalam kondisi
yang optimal atau stress air dengan meningkatkan status nutrisi (Zaidi, Khan
and Amil, 2003), memperbaiki hubungan air tanaman (van der Heijden, et al in
Thangadurai, Calos and Mohamed, 2010), dan meningkatkaan efek fisiologis
seluler dan penyesuaian osmotik tanaman inang (Wu, Xia, Zou dan Wang, 2007).
Penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa infeksi jamur MA pada akar tanaman mampu
memperbaiki status air tanaman inang di bawh kondisi stress kekeringan (Augea,
2001). Peningkatan status air tanaman bermikoriza kemungkinan secara langsung
terjadi melalui transportasi air oleh hifa eksternal dari jamur MA (Ruiz-Lozano
dan Azcon, 1995 dalam manoharan, 2010) dan secara tidak langsung peningkatan
status nutrisi khususnya fosfor (P) dalam jaringan tanaman (Nelsen dan Safir,
1983 dalam Manoharan 2010), meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan
terjadinya penyesuaian osmotik dalam jaringan tanaman bermikoriza (Wu, Xia, Zou
dan Wang, 2007).
Jamur
AM dapat berinteraksi dengan mikoriza dalam rizosfer akar sehingga akan terjadi
pembentukan simbiosis tripartit antara
jamur MA, bakteri dan tanaman inang (Artursson, Finlay, and Jansson, 2006).
Interaksi sinergis dari jamur MA dan bakteri dapat merangsang pertumbuhan
tanaman melalui proses peningkatan serapan nutrisi dan pengendalian patogen
tanaman. Proses ini sangat penting, terutama dalam strategi perbaikan produksi
tanaman pertanian yang tidak banyak tergantung pada input agrokimia untuk
mempertahankan kesuburan dan kesehatan tanah serta mampu mempengaruhi kombinasi
populasi bakteri tanah. Efek ini dapat dikaitkan dengan perubahan fisiologis
akar dengan mempengaruhi kombinasi kimia dari produk akar (Linderman, 2000
dalam Miransari, 2010).
Upaya
perbaikan produksi dan produktivitas tanaman kakao dilakukan melaui program
intensifikasi pada tanaman yang masih berumur produktif, sedang pada tanamantua
dan rusak dilakukan melalui Peremajaan dan Rehabilitasi. Program intensifikasi
harus dimulai dari perbaikan ekologi lahan untuk meningkatkan efesiensi
pemanfaatan sarana produksi khususnya pupuk N, P dan K melaui perbaikan sifat
biologis dan fisik lahan dengan pemanfaatan pupuk hayati seperti jamur Mikoriza
Arbuskula (MA).
Program
Rehabilitasi dan Peremajaan tanaman diarahkan ke pembangunan kebun klonal
melalui kegiatan sambung samping (side grafting) dan pemanfaatan bibit sambung
pucuk (top grafting) yang membutuhkan bahan entris yang sehat dan berpotensi
produksi tinggi serta memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit utama
tanaman kakao. Untuk mendukung kegiatan peremajaan tanaman dibutuhkan batang
bawah yang memiliki sistem perakaran
yang kuat dan dapat beradaptasi terhadap
kondisi lahan yang terdegradasi akibat penerapan sistem budaya yang
tidak sesuai dengan kaidah-kaidah budidaya
tanaman dan penggunaan bahan kimia yang tidak terkontrol. Pemanfaatan
jamur MA di harapkan dapat memperbaiki kondisi kesehatan tanah dan ekosistem
lahan tanaman produktif.
Tanaman
kakao adalah tanaman tahunan jangka panjang dan dalam sistem budidaya tanaman
dimulai dari tahapan pembibitan yang berlangsung antar 6-8 bulan. Untuk
medapatkan tanaman yang memiliki daya adaptasi yang baik terhadap kondisi
lingkungan yang ekstrim maka sejak dini (pada tahap pembibitan) harus disiapkan
tanaman yang dapat beradaptasi dengan baik di areal pertanaman. Pemanfaatan
bakteri Azotobacter dan jamur MA diharapkan dapat memperbaiki pertumbuhan
tanaman dan dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kondisi areal
pertanaman yang ekstrim.
Upaya
untuk memperbaiki produktivitas tanaman kakao jangka panjang dan
berkesinambungan, maka penyediaan bahan tanaman (bibit) klonal mutlak
dibutuhkan khususnya dalam rangka pelaksanaan peremajaan tanaman tua dan
tanaman yang rusak. Pertumbuhan tanaman kakao di lapangan sangat ditentukan
oleh pertumbuhan tanaman selama pembibitan. Akar bibit tanaman yang terinfeksi
oleh jamur MA dan bersimbiosis dengan mikroba lain pada daerah rizosfer akan
mampu beradaptasi dengan lingkungan pertanaman yaang ekstrim.
Simbiosis
jamur MA dengan bakteri tanah sangat penting bagi tanaman dan secara signifikan
dapat menigkatkan pertumbuhan tanaman inang. Memahami nteraksi tersebut,
kususnya di daerah perkebunan kakao dengan kondisi iklim tropis dan
keterbatasan sumber daya pupuk serta sistem budidaya yang sederhana, maka
pemanfaatan mikroba seperti mikoriza dan bioteknologi lainnya merupakan
alternatif yang sangat penting untuk di terapkan dalam upaya perbaikan produksi
dan mutu kakao.
3.
Metode
Rehabilitasi Dan Peremajaan Tanaman
Mengingat
kondisi tanaman kakao rakyat saat ini umumnya tidak memiliki naungan dan adanya
keengganan petani untuk melakukan penebangan tanaman yang telah direhabilitasi,
maka pelaksanaan peremajaan secara total sangat sulit dilakukan oleh petani.
Atas dasar beberapa pertimbangan baik pertimbangan sosial maupun pertimbangan teknis, maka dalam pelaksaan
rehabilitasi dan peremajaan tanaman disarankan kepada petani dan penentu
kebijakan untuk melakukan rehabilitasi secara bertahap. Rehabilitasi tanaman
secara bertahap penulis pepulerkan dengan nama Rehabilitasi dengan metode
NASARUDDIN. Metode ini dapat diterapkan petani baik pada pelaksanaan
rehabilitasi maupun dalam pelaksanaan
peremajaan tanaman.
Mengingat sifat fisiologis pembungaan tanaman, dimana
tanaman kakao dikenal dengan sifat incompatibilas menyerbuk sendiri,
pelaksanaan rehabilitas tanaman harus dilakukan dengan multiple klon. Untuk itu
maka dalam pelaksanaan Rehabilitas dan peremajaan tanaman harus dilakukan
dengan menggunakan minimal 4 klon dalam satu
kebun. Makin banyak jumlah klon dalam kebun makin baik dampaknya terhadap
produktifitas tanaman karena tanaman
kakao umumnya menyerbuk silang khususnya jenis Forestero dan Trinitario.
Peremajaan dengan metode sambung
samping dan rehabilitas tanaman dengan monoclonal (1 jenis klon) dapat
mengakibatkan pembungaan tinggi tetapi penyerbukan rendah dan sangat rentang
terhadap OPT.
Metode
ini dilakukan dengan pola 1-2-3-4. Dalam pelaksanaan rehabilitasi dan
peremajaan dengan metode ini, terlebih dahulu baris tanaman diberi nomor
seperti pada Gambar 21 arah Timur-Barat. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
peluang masuknya sinar matahari pagi yang sangat dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan awal.
Dasar
Pertimbangan:
·
Terciptanya
kondisi ekologi tanaman sesuai dengan persyaratan teknis budidaya tanaman
·
Ada
kesempatan untuk menata kembali pola pengaturan naungan tanaman
·
Secara
ekonomi, tidak mengakibatkan terputusnya pendapatan petani karena dilakukan
secara bertahap
·
Terciptanya
efesiensi tenaga kerja yang dimiliki oleh petani dalam pelaksanaan rehabilitasi
dan pemeliharaan tanaman
·
Kesuburan
tanah tidak mengalami degradasi yang cepat karena tidak dilakukan penebangan
tanaman secara bertahap.
·
Terciptanya
ketersediaan bahan entris secara berkesinambungan dari pohon induk yang tersdia
dan tidak merusak pohon induk.
Teknis
Pelaksanaan
Penyambungan
atau penanaman dilakukan secara bertahap setiap 4 – 6 bulan (per kuartal atau
per semester). Untuk pelaksanaan rehabilitas tanaman (penanaman ulang). Teknis
pelaksaan dilakukan sebagai berikut:
Lakukan
penanaman naungan dari stek gamal ukuran minimal 1,5 m minimal 1 bulan sebelum
penyambungan atau penanaman baru (gambar 22). Jumlah naungan perhektar sekitar
250 pohon dengan normal tanaman minimal 1000 pohon/ha pada jarak tanaman 3 x 3
m atau setiap 4 tanaman kakao di tanaman 1 naungan.
Pada
pelaksaan rehabilitas tanaman melalui penanaman ulang (replanting), peebangan
pohon kakao dilakukan minimal 3 bulan sebelum penanaman dan minimal 2 bulan sebelum penanaman telah
selesai dilakakukan pembuatan lubang tanaman. Lubang tanaman ditutup kembali
dan pada saat penaman dilakukan pemberian tricoderma untik mengatasipenyakit
fusarium yang biasanya berasosiasi dengan akar tanaman kakao tua yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman kakao muda.
Lakukan
penyambungan padat kuartal 1 atau semester 1 pada semua baris no.1. pada
rehabilitansi tanaman dilakukan penebangan tanaman 3 bulan sebelum musim hujan
atau sebelum penanaman ulang pada semua baris nomor 1. Penebangan dan penanaman
tanaman.
Lakukan
penyambungan semua tanaman pada baris no.3 pada kuartal 2 atau semester 2 tahun 1 dan pemangkasan
batang utama (Poladring) pada baris no.1 pada rehabilitas tanaman dilakukan
penebangan penanaman ulang pada baris ke.3.
Lakukan penyambungan pada semua
tanaman bari no.2 dan poladring pada baris no. 3 pada kuartal 3 tahun 1 atau
semester 1 tahun II. Pada Rehabilitasi tanaman dilakukan penebangan dan penaman
tanaman baru pada baris ke 2. Tanaman ditebang dan disamping kuartal 3 tahun I
atau semester 1 tahun II.
Lakukan penyambungan semua tanaman
pada baris ke 4 pada kuartal 1 atau II atau semester 2 tahun II dan poladring
batang utama pada no. 3. Pada Rehabilitasi tanaman dilakukan penebangan tanaman
tua dan penanaman tanaman baru.
Lakukan pemangkasan poladring tanaman baris ke 4 pada kuartal ke 2 tahun II
atau pada semester 1 tahun III. Pada Rehabilitasi tanaman dilakukan penebangan
dan penanaman tanaman baru.
Apabila kondisi batang tanaman sudah
tidak memungkinkan lagi dilakukukan sambung samping, cara lain yang dapat
dilakukan adalah penyambungan wiwilan pada pangkal batang. Untuk meperbaiki
pertumbuhan wiwilan pada pangkal batang, lakukan penggemburan tanah pada
pangkal batang kemudian dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk nitrogen.
Pelihara minimal 2 wiwilan pada setiap batang dan setelah berumur 3 bulan atau
ukuran batang sebesar jari kelingking sudah dapat dilakukan penyambungan.
Rehabilitasi atau replanting tanaman
kakao dilakukan apabila tanaman sudah berumur diatas 18 tahun dan produktivitas
tanaman sudah sangat rendah (< 500 kg per hektar per tahun). Pada kebun
kakao yang berumur kurang dari 18 tahun, tetapi mengalami serangan hama dan
penyakit yang sangat para khususnya penyakit VSD, penyakit layu fusarium ,
kanker batang, maka sebaiknya tanaman di rehabilitasi tanaman.
Apabila tingkat serangan penyakit
VSD dan layu fusarium yang parah, sebaiknya segera dilakukan penebangan tanaman
secara total, biarkan lahan terbuka minimal 6 bulan baru dilakukan penanaman
ulang. Rehabilitasi secara bertahap dilakukan apabila produktivitas tanaman
sudah mengalami penurunan, kondisi batang tidak memungkinkanlagi dilakukan
peremajaan tanaman dan serangan penyakit VSD dan layu fusarium masih relatif
rendah.
0 komentar:
Posting Komentar