PENGELOLAAN
ORGANISME PENGANGGU TANAMAN (OPT) KE DEPAN DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI
TANAMAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
Isu
kualitas produk, keamanan pangan lingkungan semakin menjadi perhatian
dibandingkan isu kuantitas, hal ini disebabkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan dan lingkungan. Konsumen menginginkan produk-produk
pertanian yang sehat dan aman dikonsumsi, alami dan mempunyai kandungan gizi
yang memenuhi persyaratan untuk menunjang kesehatan. Disamping itu isu
pelestarian lingkungan saat ini juga sangat kuat sehingga mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan sehingga segala usaha atau tindakan kita terutama dalam praktek
budidaya pertanian menjadi hal yang sangat penting. Disatu sisi, sebagian besar
penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian, sehingga
segala upaya kita lakukan untuk memperthankan atau meningkatkan produksi
pertanian mulai dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan sampai pada
pemakaian pestisida yang intensif guna menghindari serangan organisme pengganggu
tanaman. Hal ini dilakukan karena ketakutan yang berlebihan terhadap
kemungkinan gagal panen.
Jaminan
keamanan pangan telah menjadi tuntutan dalam perdagangan nasional maupun
international sehingga tanpa jaminan keamanan produk pertanian atau keamanan
pangan akar sukar di perdagangkan bahkan dapat di tolak. Tapi sejauh ini
tuntutan standar mutu yang ada masih terfokus pada mutu fisik yaitu produk
dengan tampilan yang baik dan menarik masih menjadi pilihan utama konsumen
dengan tidak memperhatikan cemaran kimia yang terdapat pada produk pertania.
Standar mutu yang terutama yang terkait dengan cemaran kimia atau residu
pestisida belum mendapatkan perhatian yang memadai. Pemakaian pestisida yang
intensif dalam bidang pertanian memungkinkan makanan kita dapat tercemar dan
mengandung residu pestisida tanpa disadari.
Kenyataan
tersebut di atas menunjukkan bahwa perlunya penerapan tehnologi pertanian yang
berwawasan lingkungan terutama dalam bidang pertanian terutama dalam upaya
mengurangi serangan organisme pengganggu tanaman. Penerapan tehnologi pertanian
berwawasan lingkungan menjadi trend tetapi kenyataannya masih banyak pelaku di
bidang pertanian belum menerapkannya.
1.
Pestisida-Lingkungan-Pht-Pertanian
Organik-Keamanan Pangan
Konsumsi pangan yang cukup akan
menjamin kebutuhan gizi yang ada akhirnya menentukan derajat kesehatan atau
kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pangan yang tersedia dipasaran di
samping jumlahnya cukup juga harus berkualitas baik. Dua sisi yang berhubungan
dengan pemunahan kebutuhan gizi masyarakat harus dipenuhi (UU R.I No. 7/1996
tentang pangan), yaitu ketersediaan pangan yang cukup sehingga dapat mendukung
keterjaminan pangan (Food Safety) dan keamanan pangan. Pangan tidak aka nada
artinya jika bahan pangan tersebut tidak aman untuk konsumen. Jadi pengertian
sehat mencakup dua sisi yaitu yang berkualitas baik dan aman atau tidak
mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan konsumen. Namun apa yang terjadi
kemudian? Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan Prop. Sul-Sel
tahun 2011 menemukan kandungan residu insektisida pada jumlah komoditas
sayuran, bahkan ditemukan pula residu insektisida yang dilarang pemakaiannya.
Meskipun kadar residu yang ditemukan masih dibawah penggunaan pestisida perlu
dibatasi dan dikurangi karena konsumsi sayuran secara terus menerus yang
terpapar dengan residu akan berdampak akumulasi senyawa beracun di dalam tubuh.
Fakta
ini sangat memprihatinkan karena pemakaian pestisida secara luas dicurigai
sebagai salah satu penyebab timbulnya penyakit kanker, cacat lahir/keguguran,
perubahan materi genetic yang dpat diturunkan sampai generasi berikutnya,
kemandulan atau merendahnya aras kesuburan. Resiko kesehatan paling besar
dihadapi oleh para petani yang mengandalkan pestisida sebagai andalan utama
dalam melakukan perlindungan tanaman.
Berbagai
klaim terhadap produk ekspor pertanian Indonesia telah menimbulkan kerugian
yang cukup besar. Sebagi contoh permasalahan ekspor buah mangga dan buah-buahn
lain ke Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Amerika. Disamping itu banyak klaim dan
penolakan produk ekspor pertanian akibat tidak memenuhi persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) terutama
karean adanya serangga pathogen dan kotoran serta residu pestisida.
Dalam
system dan usaha agribisnis, perlindungan tanaman merupakan bagian penting,
baik:”on farm” maupun “off farm). Perlindung tanaman antara lain berperan dalam
menjaga kuantitas, kualitas dan kontinuitas, meningkatkan daya saing produk
pertanian di pasa domestic dan global, peningkatan penghasilan dan
kesejahterran petani, peningkatan kualitas lingkungan hidup dan penurunan
tingkat pencemaran lingkungan dan pengurangan
resiko kecelakaan/ keracunan kerja oleh pestisida.
Sebenarnya
konsep yang di anut dalam upaya mengurangi seranga opt adalah pengendalian
dengan mengkonbinasikan berbagai cara pengendalian yang dapat diterapkan
menjadi satu kesatuan program yang serasi agar populasi hama tetap selalu ada
dalam keaadaan yang tidak menimbulkan dampak yang kerugikan, ekonomi,
aplikasinya tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan , serta
penggunaan pestisida merupakan pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian
lainnya telah dicoba dan tidak menampakkan hasil yang memuaskan. PHT sebenarnya
tidak hanya dilakukan atau diterapkan pada waktu terjadi eksplosif OPT tetapi
sebenarnya penerapan budidaya tanaman sehat sudah termasuk bagian dari PHT.
Pedekatan berdasarkan konsep PHT tehnologi pengendalian yang ramah lingkungan
misalnya antara lain penggunaan biopestisida sehingga pestisida kimia sintetik hanya digunakan sebagai alternative
terakhir atau mengupanyakan penggunaan pestisida sintetik seminimal mungkin
sedangkan konsep PHT ekologi cenderung menolak pengendalian hama dengan cara
kimiawi.
Pemahaman
konsep PHT seperti tersebut diatas sebenarnya sangat ideal jika dilakukan
dengan benar tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa pemakaian pestisida bukan
merupakn alternatife terakhir tetapi menjadi andalan bagi sebagian besar
petanin. Banyak factor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya adalah
ketakutan terhadap resiko gagal panen, kurangnya pengetahuan terhadap
tehnologe, kurangnya pengetahuin terhadap tehnologi pengendalian yang ramah
lingkunagan ataukah maraknya promosi pestisida. Fenomena-fenomena tersebut di
atas ini memaksa atau mendesak akan perlunya perubahan-perubahan yang mendasar
dalam system budidaya tanaman terutama dalam perlindungan tanaman.
Perubahan-perubahan tidak akan mungkin terjadi dalam waktu singkat tanpa
diikuti dengan pendampingan atau pengawalan terhadap teknologi yang akan
diterapkan.
Masalah
residu pestisida dibanyak Negara disikapi dengan banyak cara antara lain
menggalakkan pertanian organic yang merupakan suatu system produksi pertanian
yang bewawasan lingkungan karena menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan
senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida sintetik.
Pertanian organic merupakan system pertanian yang tidak menggunakan sama sekali
input kimia anorganik tetapi hanya mengunakan input alamiah (organic) sehingga
mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami sehingga
akan menghasilkan pangan yang cukup berkualitas dan berkelanjutan karena usaha
mengembalikan semua jenis limbah bahan organic menjadi unsur hara bagi tanaman.
Permintaan pasar terhadap produk organic semakin meningkat dan peluang ini
walaupun tidak besar perlu ditangkap karena perlindungan tanaman terutama
pengelolaan OPT merupakan factor kunci dalam budidaya organic. Perkembangan
tentang informasi danpak negative rekayasa genetic bagi kesehatan dan
lingkungan hidup mendorong konsumen menambahkan persyaratan bebas rekayasa
genetic pada produk pertanian organic. Gerakan konsumen kembali kealam semakin
meningkatkan tekanan terhadap permintaan produk organic. Saat ini konsumen
pertanian organic berkembang dengan cepat tidak hanya pada negara-negara maju
tetapi juga kepada Negara berkembang lainnya termasuk Indonesia dengan adanya
pencanangan GO organic oleh pemerintah (Deptan). Dengan semakin bertambahnya
konsumen organic dipasar internasional dan domestic maka peluang untuk memasarkan produk pertanian
organic juga semakin terbuka dan berprospektif. Untuk memenuhi persyaratan
pertanian organic maka petani atau pelaku dibidang pertanian haru melakukan perubahan
total dan mendasar untuk seluruh proses budidaya termasuk kegiatan perlindungan
tanaman untuk mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh OPT. perlu
terobosan atau inovasi untuk menghasilkan teknologi pengelolaan atau
pengendalian OPT berbasis sumberdaya
local terutama dalam system pertanian organic. Untuk tahap awal penerapan
pertanian organic mungkin akan menimbulkan beberapa masalah pada tingkat petani
karena ketidak stabilan dari ekosistem yang nantinya masih berpengaruh terhadap
produktivitas dan kualitas produk pertanian yang dihasilkan, tetapi secara
perlahan tingkat produktifitas akan kembali normal bahkan bisa terjadi
peningkatan jika dilakukan secara terus menerus dan akhirnya akan menghasilkan
produk yang berkualitas, aman, sehat dan bersahabat dengan lingkungan. Produk
organic yang telah dihasilkan membutuhkan penjaminan mutu atau pengakuan yang
menerangkan bahwa produk tersebut memenuhi persyaratan mutu dan keamanan
pangan. Sertifikasi sangat dibutuhkan terutama untuk pasar global sebagai suatu
pengakuan terhadap produk yang diproduksi secara organic.
2.
Teknologi
Perlindungan Tanaman Yang Berwawasan Lingkungan
Organisme
pengganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman Indonesia
baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Rata-rata 30% potensi hasil
pertanian hilang akibat organisme pangganggu tanaman (OPT) sehingga
perlindungan tanaman merupakan faktor penting dalam sistem budidaya. Menurut
Undang-undang no. 12 tahun 1992 tantang sistem budidaya tanaman bahwa
pembangunan pertanian berasaskan manfaat, lestari dan berkelanjutan sehingga
upaya untuk mengurangi serangan OPT harus memperhatikan kelestarian ekosistem.
Berdasarkan hal tersebut maka teknologi perlindungan tanaman memprioritaskan
teknologi perlindungan tanaman yang aman
terhadap lingkungan. Berbagai teknologi perlindungan tanaman yang dapat
diterapkan untuk mengelolah atau mengendalikan OPT yaitu diantaranya,
penggunaan biopestisida yang dapat berasal dari mikroba dan bahan alami
bioaktif tanaman.
Istilah
‘biopesticides” kadang-kadang digunakan setara dengan “biorational”.
Biopertisida termasuk mikroba, “non-viable microbials”, pestisida biokimiawi
termasuk feromon, atraktan, pengatur pertumbuhan serangga, pengatur pertumbuhan
tanaman. Untuk itu , istilah “biorational” adalah produk atau gen
pengendali hama yang berasal dari
tanaman, virus, bakteri, protozoa, fungi, dan nematoda. Tujuan mengekplorasi
“biorational” adalah memadukannya dengan metode pengendalian hama lainnya
seprti pengendalian hayati, genetik atau bercocok tanam untuk mendapat suatu
pengendalian yang optimal, ramah lingkungan dan melingdungi sumber-sumber daya
alami.
Pendekatan/
pengendalian OPT berwawasan lingkungan diantaranya memanfaatkan senyawa kimia (semiochemical) yang terdapat didalam
tumbuhan dan serangga. Senyawa kimia tanaman sangat berperan dalam interaksi
tanaman dan serangga dan tertarik tidaknya suatu serangga ke tanaman disebabkan
karena adanya senyawa kimia tersebut. Senyawa kimia tanaman dapat bersifat
sebagai atraktan, repelen, bersifat toksit, menghambat aktifitas makan, maupun
menghambat pertumbuhan dan perkembangan hama, selain itu dapat menghambat
perkembangan cendawan, bateri, virus dan nematoda. Pemanfaatan senyawa kimia
tanaman tidak hanya berasal dari tanaman yang dibudidayakan termasuk gulma.
Dengan manipulasi senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tanaman maka dapat
dihasilkan suatu teknologi pengelolaan OPT berwawasan lingkungan. Pemanfaatan
bahan alami bioaktif tanaman sebagai alternatif pengendalian hama adalah aman
bagi organisme bukan sasaran. Bahan alami bioaktif tanaman dapat dimanfaatkan
sebagai agens pengendali untuk organisme penggangu tanaman (hama dan penyakit
tananaman) yang tersebar luas di alam, disekitar lahan-lahan petani yang selama
ini terabaikan oleh petani dan bahkan kita semua sebagai pelaku dalam bidang
pertanian. Bahan alami bioaktif tanaman merupakan bahan yang mudah terurai
dialam sehingga jika dimanfaatkan tidak dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya
residu yang besar. Banyaknya senyawa yang terdapat pada tanaman/ tumbuhan menyebabkan
serangga hama sasaran tidak mudah menjadi resisten dibanding insektisida yang
mengandungsenyawa tunggal seperti insektisida sintetik. Di Indonesia dengan
flora yang sangat beragam tentunya mempunyai cukup banyak tanaman/ tumbuhan
yang dapat merupakan sumber bahan yang dapat dimanfaatkan sehingga masih
terbuka peluang yang sangat besar untuk mengidentifikasi tanaman-tanaman yang
berpotensi untuk pengelolaan atau pengendalian OPT.
Insektisida
nabati merupakan salah satu pemanfaatan senyawa kimia tanaman dan mempunyai
peluang yang sangat besar untuk digunakan petani , karena beberapa jenis bahan
tanaman yang bersifat insektisida dapat
ditemukan disekitar tempat tinggal petani dan dapat disiapkan dengan mudah menggunakan
bahandan peralatan sederhana, lain dengan penyemprotan cairan perasan tumbuhan
(ekstraksi dengan air), penyebaran atau penenpatan bagian tumbuhan
ditempat-tempat tertentu pada lahan pertanaman atau dengan model tumpang sari
sebagai tanaman repelen atau penolak serangga, dan pengunaan bagian tumbuhan
untuk pengendalian hama di penyimpanan. Walaupun pembuatan insektisida nabati dapat dilakukan dengan teknologi
sederhana ditingkat petani, namun teknologi tersebut perlu dibakukan supayahasilnya
tetap konsisten.
Salah
satu teknologi pemanfaatan bahan alami bioaktif tanaman dengan memafaatkan
senyawa kimia tanaman dengan mengunakan teknik “push dan pull” (teknik
dorong-tarik) yang merupakan pengelolaan secara terpadu untuk mengendalikan
hama, gulma dan meningkatkan kesuburan tanah. Teknik ini banyak digunakan untuk
pengendalian hama penggerek batang pada jagung yang mengkombinasi tanaman
penolak (repelen) dari tanaman utama (Push) dan tanaman penarik (atraktan) untuk menarik hama yang ditolak
(pull). Penggunaan senyawa volatile dari tanaman dapat juga dilakukan untuk
menarik musuh alami (predator dan parasitoid). Teknik ini bertujuan untuk menekan serangga hama keluar dari
pertanaman dan sebaliknya untuk menarik musuh alami.
Senyawa
kimia tidak hanya dikeluarkan oleh tanaman/ tumbuhan tetapi juga produk yang
berada dalam penyimpanan mengeluarkan bermacam-macam senyawa kimia seperti
jagung, gandum, barley dan hampir semua komoditas yang telah dipanen
mengeluarkan banyaksenyawa kimia yang volatil yang dapat sama atau berbeda
antara komoditas. Adanya senyawa-senyawa yang terdapat pada komoditas atau
produk-produk yang merupakan makan bagi hama pasca panen menyebabkan
ketertarikan bagi hama tersebut untuk menginfestasi dan dapat digunakan untuk menari serangga
dewasa dan larva baik jantan maupun betina sehingga dapat diformulasi sebagai bait
attractant trap untuk hama pasca
panen.
Selain
itu, didalam ektrak tanaman ditemukan beberapa mikroba yang sangan potensial
digunakan sebagai agens pengendali hayati
terhadap OPT. Beberapa ekstrak tanaman dapat menginduksi sistem katahana tanaman secara sistemik misalnya
pengunaan Mirabilis jalapa, Amaranthus
spinosus, Lamtoro sp., dan Clerodendrum
japonicum. Yang dapat menginduksi ketahanan terhadap virus Gemini pada
tanaman cabai.
Melihat
potensi yang dimiliki oleh bahan alami bioaktif tanaman untuk mengendalikan OPT
makan ini bida menjadi andalan dalam PHT karena bila diusahakan dan diolah
sendiri bearti dapat dilakukan pemanfaatan sumber daya alam secara optimaldan juga meningkatkan
keterampilan petani untuk mengendalikan OPT yang ramah lingkungan. Untuk
strategi pemanfaatan dan pengembangannya maka untuk negara-negara industri jika
ditemukan bahan alami tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati lebih
dahulu diidebtifikiasi senyawa mana yang paling berperan. Senyawa-senyawa
tersevut diuji kemampuan daya bunuhnya, cara kerjanya, daya racunnya terhadap
organisme bukan sasaran dan sifat dilingkungannya dan bentuk formulasi
dipelajari untuk menghasilkan produk yang efektif. Dengancara ini maka
diperoleh perstisida nabati yang jelas spesifikasinya sehingga dapat dihasilkan
secara massal.
Untuk
skala Indonesia maka metode pendekatan yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan
hasil-hasil penelitian yang telah ada dan juga pemanfaatan yang dilakukan
secara tradisiomal oleh petani. Kita dapat memilih jenis tanaman yang dapat
digunakan untuk skala industri dan yang dapat langsung dimasyarakatkan.
Bahan
tanaman yang telah diketahui sifat insektisida dapat diuji untik skala
penelitian laboratorium untuk melihat efektifitasnya pada berbagai hama,
keamanannya pada organisme bukan sasaran dan lingkungan. Tanaman yang punya
potensi untuk dikembangkan sebaiknya memperhatikan ketersediaan bahan mentah.
Tumbuhan sumber insektisida jarang melimpah di alam sehingga sumber bahan tanaman harus mudah
dibudidayakan dan memperhatikan kondisi
lingkungan. Pemanfaatan ditingkat petani
dapat dilakukan melalui pendekatan pendampingan, penyuluhan dan pembuatan
percontohan. Model penyuluhan yang dapat dilakukan adalah dengan model SLPHT
yang dapat membangkitkan motivasi petani untuk aktif dalam kegiatan tersebut.
Kegiatan penyuluhan dapat melibatkan berbagai unsur yang terkait mulai dari
instansi pe,erintah maupun perguruan tinggi misalnya melauli program desa atau
wilayah binaan atau melalui pertanian organik. Pemanfaatan pestisida nabati
dapat berhasildengan baik jika dijelaskan jenis-jenis tanaman yang dapat
dimanfaatkan, tentang cara pengambilan bahan tanaman dan pembuatannya secara
sederhana yang dapat dilakukan oleh petani. Menemukan teknologi sederhanan
dengan biaya rendah untuk dapat diaplikasikan oleh petani merupakan suatu
tantangan bagi peneliti.
TOLONG DITULIS SUMBER KEPUSTAKAANNYA ..... KARENA KALIMATNYA SEPERTI TULSAN SAYA .... MAAAF KALAU SALAH...(SYLVIA SJAM)
BalasHapus