KOMPOS - UNHAS

KOMUNITAS MAHASISWA PERTANIAN ORGANIK DAN SAINS

Dalam Segala Hal yang Kita Lakukan Awali Semua dengan DOA

Dalam Segala Hal yang Kita Lakukan Awali Semua dengan DOA
saya

Sabtu, 15 Maret 2014

Seed Priming



BAB I. PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
      Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam negeri menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras. Kecukupan pangan (terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas nasional..
      Kondisi lahan sekarang yang alih fungsikan ke berbagai kegiatan yang sangat berdampak buruk bagi kegiatan pertanian masa depan, makin berkurangnya lahan pertanian maka pertanian kedepannya makin berkurang seperti halnya alih fungsi lahan menjadi industri pabrik yang sangat berdampak buruk bagi pertanian nantinya. Maka untuk kedepannya harga pangan akan meningkat karena makin maraknya alih fungsi lahan sekarang

      Dengan lahan yang sekarang ada saja, produksi padi belum dapat memenuhi kebutuhan karena pembudidayaan padi belum menyebar secara menyeluruh karena adanya ahli fungsi lahan yang terus berkembang dan berdampak buruk pada lahan pertanian khususnya tanaman padi. Makin besarnya impor ke indonesia Untuk mencapai target swasembada pangan khususnya tanaman padi, Indonesia memerlukan tambahan lahan yang cukup besar, Sehingga lahan yang ada sekarang perlu ditambah, bukannya malah dikurangi dengan tindakan alih fungsi.Lebih lanjut, perluasan lahan pertanian diusulkan agar dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menilai kinerja pemerintah daerah
      Pemanfaatan lahan marginal, seperti lahan pasang surut, belum diupayakan secara optimal untuk memenuhi dan mempertahankan kebutuhan pangan nasional. Sedangkan, areal pasang surut di Indonesia diperkirakan mencapai 20.11 juta ha, dengan 0.44 juta ha adalah lahan salin yang merupakan salah satu lahan marginal yang dapat berpotensi menjadi areal persawahan. Pemanfaatan lahan marginal dengan pengelolaan yang baik, diharapkan potensi produksi padi lahan pasang surut dapat mencapai 5 ton/ha
      Dalam pengembangan produksi padi di lahan marginal, seperti lahan salin, tanaman khususnya padi akan mengalami cekaman abiotik yang sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman seperti, pertumbuhan akar, batang dan luas daun. Hal ini disebabkan karena ketidak-seimbangan metabolik akibat keracunan ion, cekaman osmotik dan kekurangan hara  Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengusahakan serta memanfaatkan varietas toleran salinitas.
        Pemanfaatan seed priming pada lahan marginal bagi pertanaman padi  berpengaruh sangat nyata pada variabel daya kecambah, panjang tunas, panjang akar, dan rasio panjang akar dan panjang tunas tanaman padi yang ditumbuhkan pada media salin (15.9 mS). Faktor halopriming berpengaruh sangat nyata pada variabel daya kecambah dan rasio panjang akar dan tunas, berpengaruh nyata pada variabel panjang akar namun tidak nyata pada variabel panjang tunas. Interaksi kedua faktor ini berpengaruh nyata pada variabel daya kecambah, dan berpengaruh sangat nyata pada variabel panjang tunas, panjang akar, serta rasio antara panjang akar dan panjang tunas. Penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan halopriming dapat meningkatkan daya kecambah dan parameter pertumbuhan lain pada benih padi yang ditumbuhkan pada media salin, namun setiap varietas memiliki kisaran konsentrasi priming tertentu untuk dapat tumbuh optimal.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Morfologi Tanaman Padi
            Berdasarkan literatur Grist (1960), padi dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan kedalam
Divisio             : Spermatophyta
Sub divisio      : Angiospermae
Kelas              : Monocotyledoneae,
Ordo                : Poales,
Famili              : Graminae
Genus              : Oryza Linn
Species            : Oryza sativa L.
1.      Akar.
            Berdasarkan literatur Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan atas :
a.       Radikula; akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun.
b.      Akar serabut (akaradventif); setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh.
c.       Akar rambut ; merupakan bagian akar yang keluar dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat-zat makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar serabut.
d.      Akar tajuk (crown roots) ;adalah akar yang tumbuh dari ruas batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang.
            Bagian akar yang telah dewasa (lebih tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih.
2.       Batang.
            Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah dari ruas tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas.Tepat pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut ruas yang paling atas dari batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang menjadi bulir padi (Aak1 992).
            Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut tunasorde pertama. Tunas orde pertama tumbuhnya didahului oleh tunas yang tumbuh dari sukma pertama, kemudian diikuti oleh sukma kedua, disusul oleh tunas yang timbul dari sukma ketiga dan seterusnya sampai kepad apembentukan tunas terakhir yang keenam pada batang tunggal.Tunas-tunas yang timbul dari tunas orde pertama disebu ttunas orde kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas-tunas orde kedua ialah tunas orde pertama yang terbawah sekali pada batang tunggal/ utama. Pembentukan tunas dari orde ketiga pada umunya tidak terjadi,oleh karena tunas-tunas dari orde ketiga tidak mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan tunas-tunas dari orde pertama dan kedua (Aak1 992.
3.      Daun
            Menurut Aak (1992) padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi adalah :
a.       Helaian daun ; terletak pada batang padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung varietas padi yang bersangkutan.
b.      Pelepah daun (upih) ;merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, pelepah daun ini berfungsi memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini selalu terjadi.
c.       Lidah daun ; lidah daun terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang lidah daun berbeda-beda, tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya melekat pada batang. Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan diantara batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah infeksi penyakit, sebab media air memudahkan penyebaran penyakit.
            Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti lkeluar dari benih yang disebar dan akan memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-daun di bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera ini terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa tunas yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7 hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya.
4.       Bunga.
            Sekumpulan bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku 148 yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya rendemen tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai100-120 bunga (Aak, 1992).
            Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (DepartemenPertanian, 1983).
Komponen-komponen (bagian) bunga padi adalah:
a.       kepala sari
b.      tangkai sari,
c.       palea (belahan yang besar),
d.      lemma (belahan yang kecil),
e.       kepala putik,
f.       tangkai bunga.
5.       Buah.
            Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).
            Jika bunga padi telah dewasa, kedua belahan kembang mahkota (palea dan lemmanya) yang semula bersatu akan membuka dengan sendirinya sedemikian rupa sehingga antara lemma dan palea terjadi siku/sudut sebesar 30-600. Membukanya kedua belahan kembang mahkota itu terjadi pada umumnya pada hari-hari cerah antara jam 10-12, dimana suhu kira-kira 30-320C. Di dalam dua daun mahkota palea dan lemma itu terdapat bagian dalam dari bunga padi yang terdiri dari bakal buah (biasa disebut karyiopsis).
            Jika buah padi telah masak, kedua belahan daun mahkota bunga itulah yang menjadi pembungkus berasnya (sekam). Diatas karyiopsis terdapat dua kepala putik yang dipikul oleh masing-masing tangkainya. Lodicula yang berjumlah dua buah, sebenarnya merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk. Pada waktu padi hendak berbunga, lodicula menjad imengembang karena menghisap cairan dari bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka. Hal ini memungkinkan benang sari yang memanjang keluar dari bagian atas atau dari samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung sarinya. Sesudah tepung sarinya ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan palea menutup kembali.   Dengan berpindahnya tepung sari dari kepala putik maka selesailah sudah proses penyerbukkan. Kemudian terjadilah pembulaian yang menghasilkan lembaga danendosperm. Endosperm adalahpenting sebagai sumber cadangan makanan bagitanaman yang baru tumbuh (Departemen Pertanian, 1983).

2.2  Salinitas
a.      Penegertian
            Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar (kandungan) garam yang terlarut dalam air, namun juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Salinitas juga merupakan jumlah dari seluruh kadar garam dalam gram (g) pada setiap kilogram (kg) air laut. Kandungan garam yang terdapat pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil, sehingga air di wilayah ini dikategorikan sebagai air tawar (Winardhi. 2001). Kandungan garam sebenarnya pada air adalah kurang dari 0,05%. Bila konsentrasinya adalah 3 hingga 5% maka air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline. Dan jika konsentrasinya lebih dari 5% maka dapat disebut brine. Secara alami air laut merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Perlu juga diketahui bahwa beberapa danau dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut pada umumnya (Mc Kersie dan Leshem, 1994). Contoh populer yang paling banyak diketahui orang adalah Laut Mati yang memiliki kadar garam sekitar 30%.
b.      Dampak Bagi Tanaman
            Cekaman salinitas pada tanaman jagung meneyebabkan berkurangnya berat kering total tanaman. Adanya pengurangan berat kering total tersebut akan mengakibatkan hasil produksi tanaman jagung berkurang. Jika produksi tanaman jagung berkurang, secara langsung akan mempengaruhi produksi total pada luas bidang lahan tertentu, sehingga produktivitas panen tanaman jagung tersebut juga akan berkurang (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
            Tumbuhan yang tidak toleran terhadap cekaman salinitas tergolong tumbuhan glyptophytic. Tumbuhan glyptophytic secara umum terdiri tanaman budidaya. Respon awal tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman salinitas (glyptophytic) adalah berkurangnya laju pertumbuhan daun. Selanjutnya, kelebihan kadar garam pada tanaman dapat berdampak pada kematian jaringan tumbuhan. Lebih  lanjut salinitas kadar tinggi dapat menghambat pembelahan sel pada jaringan muda akar, batang, dan daun (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
            Salinitas selalu diasosiasikan dengan kadar NaCl dalam tanah. Adanya kadar salinitas terlarut pada tanah menyebabkan proses fotosintesis tanaman terganggu. Na+ dan Cl- dapat menghambat fotosintesis dan asimilasi karbohidrat. Namun demikian, gejala kerusakan akibat Cl- muncul lebih awal ketimbang Na+ (Mc Kersie dan Leshem, 1994). Secara umum, adanya garam terlarut pada tanah dapat menaikkan tekanan potensial osmotik pada akar (Mc Kersie dan Leshem, 1994). Sehingga tanaman jagung yang terkena cekaman salinitas akan mengakibatkan naiknya tekanan osmotik pada akar tanaman jagung. Hal tersebut nantinya dapat menurunkan jumlah air yang diambil oleh akar tanaman. Rendahnya jumlah air yang dapat digunakan oleh tumbuhan mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat memecah molekul air menjadi O2 untuk proses fotosintesis. O2 diperlukan tanaman untuk melakukan proses metabolisme. Dengan sedikitnya O2 maka proses  metabolisme tanaman akan terganggu sehingga pertumbuhan tanaman terhambat.
2.3  Seed Priming
            Seed priming adalah Keserempakan tumbuh benih dapat ditingkatkan dengan perlakuan priming, yaitu benih dibiarkan berimbibisi, tetapi jumlah air yang diserap benih dibatasi dengan menggunakan larutan PEG-8000, sehingga tidak mencukupi untuk benih berkecambah. Pada saat demikian, metabolisme yang berkaitan dengan perkecambahan telah berlangsung, kemudian benih dikeringkan kembali.  seed priming atau osmoconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan osmotik untuk memperbaiki pertumbuhan bibit. Prinsip priming adalah mengaktifkan sumber daya yang dimiliki benih (internal) ditambah dengan sumber daya dari luar (eksternal) untuk memaksimalkan pertumbuhan. Perlakuan priming yang tepat akan mengendalikan laju kebutuhan air benih selama perkecambahan serta memacu laju metabolisme. Keadaan ini memungkinkan faseaktivitas berlangsung lama sehingga akan memberikan perbaikan fisiologi, antara lain benih akan berkecambah lebih cepat dan serempak, serta dapat meningkatkan persentase perkecambahannya (Bailly, 1998). Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan. Selama priming, keragaman dalam tingkat penyerapan awal dapat diatasi (Bailly, 1998).
Untuk tanaman yang diambil bagian vegetatifnya, priming dapat meningkatkan aktivitas fotosintetik per unit luas daun, memudahkan peningkatan produksi berat kering dan hasil pada beberapa tanaman. Meningkatnya laju perkecambahan dan keseragaman pada benih yang dipriming akibat membaiknya proses metabolisme selama proses imbibisi. Ini menyebabkan metabolit yang dihasilkan meningkat dan kemudian memacu perkecambahan (Bailly, 1998).
Osmopriming/osmokondisioning dengan larutan poly etilen glikol (PEG) merupakan suatu cara untuk meningkatkan perkecambahan dalam spektrum yang luas pada beberapa spesies tanaman, termasuk selada, seledri, wortel, kedelai, kacang pea dan jagung. Demikian juga efektif menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan dan munculnya semai (mempercepat) dan meningkatkan ketahanan melawan pengaruh lingkungan, seperti temperatur rendah, tinggi atau cekaman garam(Bailly, 1998).
Tanaman juwawut termasuk tanaman serealia ekonomi keempat setelah padi, gandum, dan jagung, dan di konsumsi oleh 1/3 penduduk dunia. Tanaman ini memiliki potensi yang sangat baik sebagai tanaman pangan alternatif ditinjau dari aspek kandungan gizi, dan kemampuan tumbuhnya di daerah beriklim kering. Dilihat dari segi kandungan gizinya, juwawut berpotensi sebagai sumber energi, protein, kalsium, vitamin B1, riboflavin (vitamin B2) (Bailly, 1998). Produksi juwawut  dalam negeri cenderung menurun disebabkan oleh banyak faktor, satu diantara faktor yang diduga menjadi penyebab adalah viabilitas benih. Oleh karena itu perlu peningkatan viabilitas benih antara lain dengan teknik priming menggunakan Polyethylene Glycol (PEG) 6000. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan viabilitas benih juwawut. Faktor pertama adalah konsentrasi PEG 6000 yakni konsentrasi 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm. Faktor kedua adalah lama perendaman, meliputi perendaman 3 jam, 6 jam, 9 jam, dan 12 jam.ini menunjukkan bahwa ada pengaruh priming menggunakan PEG 6000 terhadap viabilitas benih tanaman juwawut. Perlakuan konsentrasi PE 6000 terhadap viabilitas benih juwawut (Bailly, 1998). Perlakuan konsentrasi PEG 6000 10 ppm memberikan nilai viabilitas yang tertinggi dan konsentrasi PEG 20 ppm memberikan nilai viabilitas yan terendah. Sedangkan untuk interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman hanya terdapat interaksi pada daya presentase perkecambahan benih dan waktu berkecambah, perlakuan yang memberikan nilai viabilitas tertinggi yaitu konsentrasi 10 ppm dengan lama perendaman 12 jam (Bailly, 1998).


DAFTAR PUSTAKA
Aak 1992. Pertumbuhan dan Morfologi Tanaman Padi. http://zs.shuidao.cn/IRRI regional sites/ Indonesia.pdf
Bailly 1998. Pengujian Toleransi Kekeringan terhadap Padi Gogo pada Fase Perkecambahan. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hal.
Departemen Pertanian, 1983. [Badan Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2007b. Daerah Pengembangan Tanaman Padi
Grist 1960. Budidaya tanaman padi. Kanisius. Yogyakarta. p. 172
Mc Kersie dan Leshem, 1994. Salinitas. http://salinitas.wordpress.com/salinitas/ diakses tanggal 01 Desember 2012 pukul 15.12 WITA
Winardhi. 2001. Salinitas air laut.www.oseanografi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 01 Desember 2012 pukul 15.12 WITA

0 komentar:

Posting Komentar