BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Beras
merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia.
Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan
bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga merupakan
komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam negeri
menjadi tolok ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah Indonesia sangat besar
dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras. Kecukupan pangan
(terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi tujuan utama
kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa menyebabkan kerawanan
ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas nasional..
Kondisi
lahan sekarang yang alih fungsikan ke berbagai kegiatan yang sangat berdampak
buruk bagi kegiatan pertanian masa depan, makin berkurangnya lahan pertanian
maka pertanian kedepannya makin berkurang seperti halnya alih fungsi lahan
menjadi industri pabrik yang sangat berdampak buruk bagi pertanian nantinya.
Maka untuk kedepannya harga pangan akan meningkat karena makin maraknya alih
fungsi lahan sekarang
Dengan lahan yang sekarang ada saja,
produksi padi belum dapat memenuhi kebutuhan karena pembudidayaan padi belum
menyebar secara menyeluruh karena adanya ahli fungsi lahan yang terus
berkembang dan berdampak buruk pada lahan pertanian khususnya tanaman padi.
Makin besarnya impor ke indonesia Untuk mencapai target swasembada pangan
khususnya tanaman padi, Indonesia memerlukan tambahan lahan yang cukup besar,
Sehingga lahan yang ada sekarang perlu ditambah, bukannya malah dikurangi
dengan tindakan alih fungsi.Lebih lanjut, perluasan lahan pertanian diusulkan
agar dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menilai kinerja
pemerintah daerah
Pemanfaatan
lahan marginal, seperti lahan pasang surut, belum diupayakan secara optimal
untuk memenuhi dan mempertahankan kebutuhan pangan nasional. Sedangkan, areal
pasang surut di Indonesia diperkirakan mencapai 20.11 juta ha, dengan 0.44 juta
ha adalah lahan salin yang merupakan salah satu lahan marginal yang dapat
berpotensi menjadi areal persawahan. Pemanfaatan lahan marginal dengan
pengelolaan yang baik, diharapkan potensi produksi padi lahan pasang surut dapat
mencapai 5 ton/ha
Dalam
pengembangan produksi padi di lahan marginal, seperti lahan salin, tanaman
khususnya padi akan mengalami cekaman abiotik yang sangat mempengaruhi
produktivitas dan kualitas tanaman seperti, pertumbuhan akar, batang dan luas daun.
Hal ini disebabkan karena ketidak-seimbangan metabolik akibat keracunan ion,
cekaman osmotik dan kekurangan hara
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan mengusahakan serta memanfaatkan varietas toleran salinitas.
Pemanfaatan seed priming pada lahan
marginal bagi pertanaman padi
berpengaruh sangat nyata pada variabel daya kecambah, panjang tunas,
panjang akar, dan rasio panjang akar dan panjang tunas tanaman padi yang
ditumbuhkan pada media salin (15.9 mS). Faktor halopriming berpengaruh sangat
nyata pada variabel daya kecambah dan rasio panjang akar dan tunas, berpengaruh
nyata pada variabel panjang akar namun tidak nyata pada variabel panjang tunas.
Interaksi kedua faktor ini berpengaruh nyata pada variabel daya kecambah, dan
berpengaruh sangat nyata pada variabel panjang tunas, panjang akar, serta rasio
antara panjang akar dan panjang tunas. Penelitian ini menunjukkan bahwa
perlakuan halopriming dapat meningkatkan daya kecambah dan parameter
pertumbuhan lain pada benih padi yang ditumbuhkan pada media salin, namun
setiap varietas memiliki kisaran konsentrasi priming tertentu untuk dapat
tumbuh optimal.
BAB II. TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Morfologi Tanaman Padi
Divisio
: Spermatophyta
Sub
divisio : Angiospermae
Ordo
: Poales,
Famili
: Graminae
Genus
:
Oryza Linn
1.
Akar.
Berdasarkan
literatur Aak (1992) akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat
makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar
tanaman padi dapat dibedakan atas :
a.
Radikula; akar yang tumbuh pada saat benih berkecambah. Pada benih yang
sedang berkecambah timbul calon akar dan batang. Calon akar mengalami
pertumbuhan ke arah bawah sehingga terbentuk akar tunggang, sedangkan calon
batang akan tumbuh ke atas sehingga terbentuk batang dan daun.
b. Akar serabut (akaradventif);
setelah 5-6 hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh.
c. Akar rambut ; merupakan bagian akar yang keluar
dari akar tunggang dan akar serabut. Akar ini merupakan saluran pada kulit akar
yang berada diluar, dan ini penting dalam pengisapan air maupun zat-zat
makanan. Akar rambut biasanya berumur pendek sedangkan bentuk dan panjangnya sama dengan akar
serabut.
d. Akar tajuk (crown roots) ;adalah akar yang tumbuh dari ruas
batang terendah. Akar tajuk ini dibedakan lagi berdasarkan letak kedalaman akar
di tanah yaitu akar yang dangkal dan akar yang dalam. Apabila kandungan udara
di dalam tanah rendah,maka akar-akar dangkal mudah berkembang.
Bagian akar yang telah dewasa (lebih
tua) dan telah mengalami perkembangan akan berwarna coklat, sedangkan akar
yangbaru atau bagian akar yangmasih muda berwarna putih.
2.
Batang.
Padi
termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa
ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu
bubungnya ditutup oleh buku. Panjangnya ruas tidak sama. Ruas yang terpendek
terdapat pada pangkal batang. Ruas yang kedua, ruas yang ketiga, dan seterusnya
adalah lebih panjang daripada ruas yang didahuluinya. Pada buku bagian bawah
dari ruas tumbuh daun pelepah yangmembalut ruas sampai buku bagian atas.Tepat
pada buku bagian atas ujumg dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana
cabang yang terpendek menjadi ligula (lidah) daun, dan bagian yamg terpanjang
dan terbesar menjadi daun kelopak yang memiliki bagian auricle pada sebelah
kiri dan kanan. Daun kelopak yang terpanjang dan membalut
ruas yang paling atas dari batang disebut daunbendera. Tepat dimana daun
pelepah teratas menjadi ligula dan daun bendera, di situlah timbul ruas yang
menjadi bulir padi (Aak1 992).
Pertumbuhan
batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal/batang
utama yang mempunyai 6 mata atau sukma, yaitu sukma 1, 3, 5 sebelah kanan dan
sukma 2, 4, 6 sebelah kiri. Dari tiap-tiap sukma ini timbul tunas yang disebut tunasorde pertama. Tunas orde pertama tumbuhnya
didahului oleh tunas yang tumbuh dari sukma pertama, kemudian diikuti oleh
sukma kedua, disusul oleh tunas yang timbul dari sukma ketiga dan seterusnya
sampai kepad apembentukan tunas terakhir yang keenam pada batang
tunggal.Tunas-tunas yang timbul dari tunas orde pertama disebu ttunas orde
kedua. Biasanya dari tunas-tunas orde pertama ini yang menghasilkan tunas-tunas
orde kedua ialah tunas orde pertama yang terbawah sekali pada batang tunggal/
utama. Pembentukan tunas dari orde ketiga pada umunya tidak terjadi,oleh karena
tunas-tunas dari orde ketiga tidak mempunyai ruang hidup dalam kesesakan dengan
tunas-tunas dari orde pertama dan kedua (Aak1 992.
3.
Daun
Menurut
Aak (1992) padi termasuk tanaman jenis rumput-rumputan mempunyai daun yang
berbeda-beda, baik bentuk, susunan, atau bagian bagiannya. Ciri khas daun padi
adalah adanya sisik dan telinga daun. Hal inilah yang menyebabkan daun padi
dapat dibedakan dari jenis rumput yang lain. Adapun bagian-bagian daun padi
adalah :
a.
Helaian
daun ; terletak pada batang padi dan selalu ada. Bentuknya memanjang seperti
pita. Panjang dan lebar helaian daun tergantung varietas padi yang
bersangkutan.
b.
Pelepah
daun (upih) ;merupakan bagian daun yang menyelubungi batang, pelepah daun ini
berfungsi memberi dukungan pada bagian ruas yang jaringannya lunak, dan hal ini
selalu terjadi.
c.
Lidah
daun ; lidah daun terletak pada perbatasan antara helai daun dan upih. Panjang
lidah daun berbeda-beda, tergantung pada varietas padi. Lidah daun duduknya
melekat pada batang. Fungsi lidah daun adalah mencegah masuknya air hujan
diantara batang dan pelepah daun (upih). Disamping itu lidah daun juga mencegah
infeksi penyakit, sebab media air memudahkan penyebaran penyakit.
Daun yang muncul pada saat terjadi
perkecambahan dinamakan coleoptile. Koleopti lkeluar dari benih yang disebar
dan akan memanjang terus sampai permukaan air. koleoptil baru membuka, kemudian
diikuti keluarnya daun pertama, daun kedua dan seterusnya hingga mencapai
puncak yang disebut daun bendera, sedangkan daun terpanjang biasanya pada daun
ketiga. Daun bendera merupakan daun yang lebih pendek daripada daun-daun di
bawahnya, namun lebih lebar dari pada daun sebelumnya. Daun bendera ini
terletak di bawah malai padi. Daun padi mula-mula berupa
tunas yang kemudian berkembang menjadi daun. Daun pertama pada batang keluar
bersamaan dengan timbulnya tunas (calon daun) berikutnya. Pertumbuhan daun yang
satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari,dan 7
hari berikutnya akan muncul daun baru lainnya.
4.
Bunga.
Sekumpulan
bunga padi (spikelet) yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai.
Bulir-bulir padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu
utama malai adalah ruas buku yang terakhir pada batang. Panjang malai
tergantung pada varietas padi yang ditanam dancara bercocok tanam. Dari sumbu
utama pada ruas buku 148 yang terakhir inilah biasanya panjang
malai (rangkaian bunga) diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi 3 ukuran
yaitu malai pendek (kurang dari 20 cm), malai sedang (antara 20-30 cm), dan
malai panjang (lebih dari 30cm). Jumlah cabang pada setiap malai berkisar
antara 15-20 buah, yang paling rendah 7 buah cabang, dan yang terbanyak dapat
mencapai 30 buah cabang. Jumlah cabang ini akan mempengaruhi besarnya rendemen
tanaman padi varietas baru, setiap malai bisa mencapai100-120 bunga (Aak,
1992).
Bunga
padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua
jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai
sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk.
Putik mempunyai dua tangkai putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk
malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (DepartemenPertanian, 1983).
Komponen-komponen (bagian) bunga padi
adalah:
a. kepala sari
b. tangkai sari,
c. palea (belahan yang besar),
d. lemma (belahan yang kecil),
e. kepala putik,
f. tangkai bunga.
5.
Buah.
Buah
padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah,sebenarnya bukan
biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi
setelah selesai penyerbukkan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain
yang membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).
Jika
bunga padi telah dewasa, kedua belahan kembang mahkota (palea dan lemmanya)
yang semula bersatu akan membuka dengan sendirinya sedemikian rupa sehingga
antara lemma dan palea terjadi siku/sudut sebesar 30-600. Membukanya kedua
belahan kembang mahkota itu terjadi pada umumnya pada hari-hari cerah antara
jam 10-12, dimana suhu kira-kira 30-320C. Di dalam dua daun mahkota palea dan
lemma itu terdapat bagian dalam dari bunga padi yang terdiri dari bakal buah
(biasa disebut karyiopsis).
Jika
buah padi telah masak, kedua belahan daun mahkota bunga itulah yang menjadi
pembungkus berasnya (sekam). Diatas karyiopsis terdapat dua kepala putik yang
dipikul oleh masing-masing tangkainya. Lodicula yang berjumlah dua buah,
sebenarnya merupakan daun mahkota yang telah berubah bentuk. Pada waktu padi
hendak berbunga, lodicula menjad imengembang karena menghisap cairan dari bakal
buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka. Hal ini
memungkinkan benang sari yang memanjang keluar dari bagian atas atau dari
samping bunga yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya
kandung serbuk, yang kemudian menumpahkan tepung sarinya. Sesudah tepung
sarinya ditumpahkan dari kandung serbuk maka lemma dan palea menutup kembali.
Dengan berpindahnya tepung sari dari kepala putik maka selesailah sudah
proses penyerbukkan. Kemudian terjadilah pembulaian yang menghasilkan lembaga
danendosperm. Endosperm adalahpenting sebagai sumber cadangan makanan
bagitanaman yang baru tumbuh (Departemen Pertanian, 1983).
2.2 Salinitas
a. Penegertian
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar
(kandungan) garam yang terlarut dalam air, namun juga dapat mengacu pada
kandungan garam dalam tanah. Salinitas juga merupakan jumlah dari
seluruh kadar garam dalam gram (g) pada setiap kilogram (kg) air laut. Kandungan garam yang terdapat pada
sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil, sehingga air
di wilayah ini dikategorikan sebagai air tawar (Winardhi. 2001). Kandungan garam sebenarnya pada air
adalah kurang dari 0,05%. Bila konsentrasinya adalah 3 hingga 5% maka air
dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline. Dan jika
konsentrasinya lebih dari 5% maka dapat disebut brine. Secara alami air
laut merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Perlu
juga diketahui bahwa beberapa danau dan beberapa lautan memiliki kadar garam
lebih tinggi dari air laut pada umumnya (Mc Kersie dan Leshem, 1994). Contoh populer yang paling
banyak diketahui orang adalah Laut Mati yang memiliki kadar garam sekitar 30%.
b. Dampak
Bagi Tanaman
Cekaman
salinitas pada tanaman jagung meneyebabkan berkurangnya berat kering total
tanaman. Adanya pengurangan berat kering total tersebut akan mengakibatkan
hasil produksi tanaman jagung berkurang. Jika produksi tanaman jagung
berkurang, secara langsung akan mempengaruhi produksi total pada luas bidang
lahan tertentu, sehingga produktivitas panen tanaman jagung tersebut juga akan
berkurang (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
Tumbuhan
yang tidak toleran terhadap cekaman salinitas tergolong tumbuhan glyptophytic.
Tumbuhan glyptophytic secara umum terdiri tanaman budidaya. Respon
awal tanaman yang tidak tahan terhadap cekaman salinitas (glyptophytic)
adalah berkurangnya laju pertumbuhan daun. Selanjutnya, kelebihan kadar garam
pada tanaman dapat berdampak pada kematian jaringan tumbuhan. Lebih
lanjut salinitas kadar tinggi dapat menghambat pembelahan sel pada jaringan
muda akar, batang, dan daun (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
Salinitas selalu diasosiasikan dengan
kadar NaCl dalam tanah. Adanya kadar salinitas terlarut pada tanah menyebabkan
proses fotosintesis tanaman terganggu. Na+ dan Cl- dapat
menghambat fotosintesis dan asimilasi karbohidrat. Namun demikian, gejala
kerusakan akibat Cl- muncul lebih awal ketimbang Na+ (Mc
Kersie dan Leshem, 1994). Secara umum, adanya garam terlarut pada tanah dapat
menaikkan tekanan potensial osmotik pada akar (Mc Kersie dan Leshem, 1994).
Sehingga tanaman jagung yang terkena cekaman salinitas akan mengakibatkan
naiknya tekanan osmotik pada akar tanaman jagung. Hal tersebut nantinya dapat
menurunkan jumlah air yang diambil oleh akar tanaman. Rendahnya jumlah air yang
dapat digunakan oleh tumbuhan mengakibatkan tanaman jagung tidak dapat memecah
molekul air menjadi O2 untuk proses fotosintesis. O2
diperlukan tanaman untuk melakukan proses metabolisme. Dengan sedikitnya O2
maka proses metabolisme tanaman akan terganggu sehingga pertumbuhan
tanaman terhambat.
2.3 Seed Priming
Seed priming adalah Keserempakan tumbuh benih dapat
ditingkatkan dengan perlakuan priming, yaitu benih dibiarkan berimbibisi,
tetapi jumlah air yang diserap benih dibatasi dengan menggunakan larutan
PEG-8000, sehingga tidak mencukupi untuk benih berkecambah. Pada saat demikian,
metabolisme yang berkaitan dengan perkecambahan telah berlangsung, kemudian
benih dikeringkan kembali. seed
priming atau osmoconditioning adalah
perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan osmotik untuk memperbaiki
pertumbuhan bibit. Prinsip priming adalah
mengaktifkan sumber daya yang dimiliki benih (internal) ditambah dengan sumber
daya dari luar (eksternal) untuk memaksimalkan pertumbuhan. Perlakuan priming
yang tepat akan mengendalikan laju kebutuhan air benih selama perkecambahan serta
memacu laju metabolisme. Keadaan ini memungkinkan faseaktivitas berlangsung lama sehingga akan
memberikan perbaikan fisiologi, antara lain benih akan berkecambah lebih cepat
dan serempak, serta dapat meningkatkan persentase perkecambahannya (Bailly, 1998).
Priming membuat perkecambahan lebih dari sekedar imbibisi, yakni sedekat
mungkin pada fase ketiga yakni fase pemanjangan akar pada perkecambahan. Selama
priming, keragaman dalam tingkat penyerapan awal dapat diatasi (Bailly, 1998).
Untuk tanaman yang
diambil bagian vegetatifnya, priming dapat meningkatkan aktivitas fotosintetik
per unit luas daun, memudahkan peningkatan produksi berat kering dan hasil pada
beberapa tanaman. Meningkatnya laju perkecambahan dan keseragaman pada benih
yang dipriming akibat membaiknya proses metabolisme selama proses imbibisi. Ini
menyebabkan metabolit yang dihasilkan meningkat dan kemudian memacu
perkecambahan (Bailly, 1998).
Osmopriming/osmokondisioning
dengan larutan poly etilen glikol (PEG) merupakan suatu cara untuk meningkatkan
perkecambahan dalam spektrum yang luas pada beberapa spesies tanaman, termasuk
selada, seledri, wortel, kedelai, kacang pea dan jagung. Demikian juga efektif
menurunkan waktu yang dibutuhkan untuk perkecambahan dan munculnya semai
(mempercepat) dan meningkatkan ketahanan melawan pengaruh lingkungan, seperti
temperatur rendah, tinggi atau cekaman garam(Bailly,
1998).
Tanaman juwawut
termasuk tanaman serealia ekonomi keempat setelah padi, gandum, dan jagung, dan
di konsumsi oleh 1/3 penduduk dunia. Tanaman ini memiliki potensi yang sangat
baik sebagai tanaman pangan alternatif ditinjau dari aspek kandungan gizi, dan
kemampuan tumbuhnya di daerah beriklim kering. Dilihat dari segi kandungan
gizinya, juwawut berpotensi sebagai sumber
energi, protein, kalsium, vitamin B1, riboflavin (vitamin B2) (Bailly, 1998). Produksi juwawut
dalam negeri cenderung menurun disebabkan oleh banyak faktor, satu
diantara faktor yang diduga menjadi penyebab adalah viabilitas benih. Oleh
karena itu perlu peningkatan viabilitas benih antara lain dengan teknik priming
menggunakan Polyethylene Glycol (PEG) 6000. Tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan viabilitas benih juwawut. Faktor pertama adalah konsentrasi PEG
6000 yakni konsentrasi 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm. Faktor kedua
adalah lama perendaman, meliputi perendaman 3 jam, 6 jam, 9 jam, dan 12 jam.ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh priming menggunakan PEG 6000 terhadap viabilitas
benih tanaman juwawut. Perlakuan konsentrasi PE 6000 terhadap viabilitas benih
juwawut (Bailly, 1998). Perlakuan konsentrasi PEG 6000 10 ppm memberikan nilai
viabilitas yang tertinggi dan konsentrasi PEG 20 ppm memberikan nilai
viabilitas yan terendah. Sedangkan untuk interaksi antara konsentrasi dan lama
perendaman hanya terdapat interaksi pada daya presentase perkecambahan benih
dan waktu berkecambah, perlakuan yang memberikan nilai viabilitas tertinggi
yaitu konsentrasi 10 ppm dengan lama perendaman 12 jam (Bailly, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Aak
1992. Pertumbuhan dan Morfologi Tanaman Padi. http://zs.shuidao.cn/IRRI
regional sites/ Indonesia.pdf
Bailly 1998. Pengujian Toleransi Kekeringan
terhadap Padi Gogo pada Fase Perkecambahan. Skripsi. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hal.
Departemen Pertanian, 1983. [Badan
Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
2007b. Daerah Pengembangan Tanaman Padi
Grist 1960. Budidaya tanaman padi.
Kanisius. Yogyakarta. p. 172
Mc
Kersie dan Leshem, 1994. Salinitas. http://salinitas.wordpress.com/salinitas/ diakses
tanggal 01 Desember 2012 pukul 15.12 WITA
Winardhi.
2001. Salinitas air laut.www.oseanografi.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 01 Desember 2012 pukul 15.12 WITA
0 komentar:
Posting Komentar